Akuratmedianews.com – Instruksi Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputeri, yang memerintahkan kepala daerah dari kader PDIP untuk tidak mengikuti retreat yang dilaksanakan di Magelang pada tanggal 21 – 28 Februari 2025, kini tengah menjadi sorotan tajam berbagai kalangan.
Salah satunya, analisi politik ari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam, menilai langkah tersebut sebagai tindakan yang mencerminkan pembangkangan politik. Umam menyebut sikap Mengawati yang menginstruksikan kepala daerah dari kadernya untuk tidak ikuti retreat ini sebagai bentuk perlawanan yang cukup berani dari seorang Ketua Umum PDIP.
“Upaya untuk meminta 192 kepala daerah, juga wakil kepala daerah telah menjadi sebuah symbol perlawanan terhadap pemerintah dalam konteks kepemimpinan Presiden Prabowo,” ujarnya dalam wawancaranya bersama Metro TV, Jumat (21/2/2025).
Umam menjelaskan bahwa surat instruksi dari PDIP ini, tentu menjadi sebuah ruang bagi PDIP untuk sekali lagi berkontemplasi pasca penahanan kepada Sekjen PDI Perjuangan oleh KPK.
“Barangkali dalam keyakinan teman-teman PDIP bahwa apa yang terjadi di KPK tidak lepas dari sepengetahuan pihak istana, dalam konteks ini Bapak Presiden Prabowo,” jelasnya.
Akademisi Universitas Paramadina mengatakan, bahwa keputusan kepalad daerah untuk mengikuti atau tidak retreat ini dapat menimbulkan dampak-dampak yang beragam. Ia menyebut, bahwa retreat di Magelang akan menjadi ruang komunikasi awal pemerintah pusat ke pemerintah daerah serta implikasinya terkait hal-hal strategis dalam menghadirkan tata keloa pemerintahan ditingkat lokal.
“Kemudian, ketika PDIP menginstruksikan para kepala daerah dan wakil kepala daerahnya untuk tidak hadir, maka ini berpotensi untuk kemudian menciptakan semacam pembangkangan politik yang dapat berdampak pada pola relasi antara pusat dan daerah ke depan,” imbuh Umam.
Oleh karenanya, dalam kacamata analisa politik Umam, dirinya berharap agar PDIP dapat mempertimbangkan secara jernih dan lebih baik dalam konteks yang lebih konstruktif ke depan.
Lebih lanjut menurut Umam, potensi anggapan pembangkangan politik ini memiliki konsekuensi terhadap para kepala daerah yang tidak mengikuti retreat.
“Tentu (konsekuensinya) cukup beragam, karena bagaimanapun hal ini menjadi ujian yang cukup serius bagi loyalitas para kepala daerah terhadap partainya, karena instruksi dari ketua umum di partai PDIP tentu menjadi sebuah arahan tertinggi,” kata Umam.
Kendati demikian menurut Umam, bagi kepala daerah dari partai PDIP yang memilih tetap mengikuti retreat dengan apapun dasar pertimbangannya, atau memang disebabkan belum terinformasi, akan memiliki potensi dampak yang cukup beragam.
Dalam wawancara ini, Umam juga mengungkapkan, secara umum dampak-dampak yang bisa jadi sangat beragam terkait keputusan daerah untuk mengikuti atau tidak mengikuti retreat ini bisa meluas kepada ranah kebijakan publik.
Umam menuturkan bahwa dalam konteks kebijakan publik terutama terkait dengan adanya efisiensi anggaran, ada DAK dan juga DAU dari akumulasi transfer ke daerah atau TKD 50,5 triliun yang berpotensi dipotong.
“Maka harus ada sinkronisasi kebijakan mana yang diprioritaskan, mana yang harus disinergikan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ungkapnya.
“kalau ada disconnect dalam konteks komunikasi ini karena adanya manuver politik dan gesekan dalam uang-ruang politik, maka kemudian impact-nya bisa cukup strategis, terutama dalam pola relasi antara pusat dan daerah di 192 daerah yang dipimpin oleh kader-kader PDIP ke depannya,” tukas Umam.
Menurut Umam, retreat di Magelang sejatinya merupakan bagian penting, sebab hal tersebut bukan cuma melibatkan penggemblengan fisik, tetapi juga mental dan intelektual dalam konteks kebijakan.