Bambang Haryo Soekartono saat turun ke masyarakat
SIDOARJO, Akurat Media News– Ir Bambang Haryo Soekartono menolak keras rencana Pertamina yang akan mengatur pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menggunakan aplikasi My Pertamina.
Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur itu menegaskan jika kebijakan baru yang diambil Pertamina tersebut tidak efektif dan malah akan mempersulit, membebani masyarakat serta akan menimbulkan dampak ekonomi yang berbiaya tinggi
“Kebijakan yang dikeluarkan Pertamina dalam penggunaan aplikasi MyPertamina, bukan malah membantu masyarakat malah hanya akan mempersulit masyarakat,” kata BHS, Sabtu (9/7/2022).
Bukan tanpa alasan, sebab masih banyak masyarakat yang belum mempunyai ponsel canggih seperti Android di perdesaan.
“Saat ini tak bisa dipungkiri masyarakat di perdesaan banyak yang berpendidikan rendah, setidaknya sebesar 20 persen di Indonesia masyarakat dengan pendidikan minim, pasti tidak paham terkait pengoprasian aplikasi tersebut” ungkapnya.
Belum lagi masalah keamanan dan keselamatan, jelas di SPBU ada larangan penggunaan Ponsel karena membahayakan.
“Penggunaan aplkasi MyPertamina pada ponsel warga yang akan membeli BBM di Pom Bensin atau SPBU dapat membahayakan keselamatan pengendara. Belum lagi jika aplikasi atau jaringan sedang terganggu akan menimbulkan antrean panjang dan macet di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tersebut,” papar BHS yang juga menjabat Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra ini.
Selain itu, masyarakat juga harus mengeluarkan biaya lagi untuk top up pulsa paketan di ponsel mereka, belum lagi masih banyak masyarakat di perdesaan yang belum memiliki ponsel android.
“Banyak masyarakat atau wong cilik yang tidak memiliki ponsel canggih seperti android, bagaimana jika aturan ini diterapkan, pakai ponsel siapa mereka untuk membeli BBM. Belum lagi masalah pulsa paketan internet, masyarakat harus top up membeli agar internetnya jalan, pengeluaran lagi. Kasian masyarakat kecil, kebijakan ini tak memihak wong cilik,” sesal BHS.
Belum lagi masalah terbatasnya tenaga kerja di SPBU untuk melakukan pemantauan aplikasi ini, sekaligus menjalankan tugas mereka dalam pelayanan pengisian BBM juga akan menjadi kendala penerapan kebijakan ini.
“Saya melihat sampai saat ini, pihak Pertamina masih belum ada sosialisasi penerapan Aplikasi MyPertamina secara menyeluruh kepada masyarakat perkotaan hingga masyarakat di perdesaan,” papar BHS.
Seharusnya, imbuh BHS pihak Pertamina saat ini harusnya fokus menjamin ketersediaan BBM dan memastikan kelancaran distribusinya.
” BBM merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, seharusnya Pertamina fokus menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi BMM. Sebab beberapa waktu lalu, Nelayan di pesisir Sidoarjo mengeluh kepada BHS Peduli, terkait kelangkaan BBM bersubsidi jenis solar, sehingga mereka tidak bisa melaut karena BBM untuk kapal mereka tidak ada,” jelas Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini.
Bambang Haryo menambahkan jika masyarakat berhak untuk mendapatkan BBM bersubsidi baik premium RON 88 maupun solar. Hal ini karena transportasi publik di Indonesia belum terkoneksi dengan baik dari point ke point, serta tidak terjadwal dan tarifnya pun mahal.
“Masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi baik mobil maupun motor karena jika menggunakan angkutan publik biaya atau kos pengeluaran warga menjadi lebih mahal, belum lagi masalah jadwal angkutan publik yang tidak pasti, pasti menghambat mereka dalam lakukan aktivitas kerja ataupun kepentingan lainnya,” imbuh BHS
Alumnus ITS Surabaya ini mencontohkan di Negara Malaysia harga BBM bisa jauh lebih murah dibanding Indonesia yang juga sama-sama penghasil minyak mentah dan membeli BBM dari sebagian besar negara yang sama dengan Indonesia, misalnya Saudi Arabia, Singapura.
“Saat ini Pertamina mengalami kerugian besar sebesar Rp100 triliun tahun 2021 karena menjual BBM non subsudi, sedangkan Petronas di Malaysia yang menjual BBM subsidi maupun non subsidi yang jauh lebih murah dari Pertamina, tahun 2021 malah mendapatkan keuntungan sangat besar yaitu 48,6 milyar ringgit atau setara Rl159,7 triliun.
Maka kerugian Pertamina adalah tidak masuk akal. Oleh sebab itu Pertamina harus diaudit. Kami menolak keras pertalite yang dianggap BBM subsidi dibatasi, serta menolak pemberlakuan aplikasi My Pertamina dalam penjualan pertalite,” Tegas Pria yang dinobatkan sebagai Tokoh Peduli Wong Cilik oleh Accurate Recearch and Consulting Indonesia (ARCI) ini. (Dik)