Akuratmedianews.com — Komisi B DPRD Kota Surabaya mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) untuk menyoroti persoalan tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang melibatkan salah satu pengembang properti ternama di wilayah Surabaya Barat, yakni PT. Grande Family View. Sayangnya, pihak pengembang tidak menghadiri pertemuan tersebut tanpa memberikan alasan resmi.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya Mochamad Machmud menyampaikan, rasa kecewanya terhadap ketidakhadiran pihak pengembang. Ia menekankan pentingnya perlakuan yang adil bagi seluruh wajib pajak, tanpa memandang skala usaha.
“Mereka sudah memperoleh keuntungan dari penjualan unit rumah, namun belum menunjukkan niat menyelesaikan tunggakan PBB. Dari informasi yang kami terima, dari total tunggakan sebesar Rp12 miliar, hanya kurang dari Rp1 miliar yang dibayarkan, itu pun berhenti bertahun-tahun lalu. Ini pola yang sering terulang,” ujarnya di kantor DPRD Kota Surabaya, Selasa (29/4/2025).
Machmud juga menyoroti lemahnya tindakan dari Pemerintah Kota Surabaya terhadap kasus ini. Ia menilai pihak pemerintah kurang tegas dalam menghadapi pengembang besar.
“Seharusnya langkah konkret sudah dilakukan sejak lama, seperti penyegelan aset. Kalau warga biasa, harus melunasi PBB dulu sebelum jual beli rumah. Tapi ini justru dibiarkan begitu saja,” lanjutnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang PBB dan BPHTB Bapenda Surabaya, Siti Miftahuljana menjelaskan bahwa pihaknya telah berulang kali melakukan pendekatan dan penagihan. Ia menyebutkan bahwa pengembang pernah menyampaikan komitmen untuk membayar Rp860 juta pada akhir April 2025, namun belum ada bukti pembayaran hingga kini.
“Pokok tunggakan mencapai Rp12,2 miliar. Sejak penyerahan berita acara serah terima (BAST) kepada pemerintah pada 2021, pembatalan sebenarnya memungkinkan. Namun karena kewajiban sejak 2008 belum dipenuhi, proses itu tidak dapat dilanjutkan,” kata Siti.
Ia juga menyampaikan bahwa berbagai metode pembayaran telah disediakan, termasuk melalui bank dan sistem daring, sehingga keterlambatan sulit diterima secara logis. Siti menambahkan, hingga Mei 2025, Pemkot memberikan pembebasan denda PBB dalam rangka HUT Kota Surabaya.
“Jadi, jika mereka ingin melunasi sekarang, hanya perlu membayar pokok pajaknya,” ucapnya.
Namun, karena objek pajak tersebut menyangkut prasarana umum seperti jalan, tindakan penyegelan harus dilakukan dengan pertimbangan matang agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
Komisi B berkomitmen untuk terus memanggil pengembang terkait guna meminta penjelasan dan menekan agar segera melunasi tunggakan. Bila tetap tidak ada niat baik, Komisi mendesak agar Pemkot mempertimbangkan sanksi administratif yang lebih tegas.
Kasus ini memperlihatkan pentingnya keadilan dalam sistem perpajakan. Pengembang besar pun tidak boleh lolos dari kewajiban hukum. Tindakan tegas dari Pemkot dan pengawasan DPRD akan menjadi bukti apakah hukum benar-benar berlaku tanpa pandang bulu.