JAKARTA, AKURAT MEDIA NEWS – Ketua Satgas dan investigasi Dewan Pimpinan Pusat Forum Pemuda Nusa Tenggara Timur (DPP FP NTT) Pascalis Towari menolak dan tidak setuju terhadap rencana pencopotan Kapolres Nagekeo, NTT AKBP Yudha Pranata, SH.,SIK yang dilakukan oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Rencana pencopotan Kapolres Nagekeo, NTT AKBP Yudha Pranata yang dilakukan oleh TPDI, karena adanya permasalahan antara warga Nagakeo dengan Kapores Nagakeo. TPDI menilai, AKBP Yudha Pranata melakukan intimidasi dan tekanan psikologis terhadap masyarakat suku Kawa dan beberapa suku lainnya pada 2 Agustus 2022.
Rencana pencopotan itu ditolak atau dikecam oleh Putera Nagakeo Paskalis Towari. Ia mengatakan, persoalan itu sudah selesai, aman dan berdamai, sehingga tidak perlu diperbesarkan.
Menurutnya, tuntutan pencopotan Kapolres Yudha adalah berlebihan dan tidak tepat, karena persoalan tersebut sudah berdamai dengan pihak keluarga.
“Sebenarnya telah selesai. Yang berakhir adanya perdamaian antara pihak Polres Nagekeo dengan keluarga pelaku penabrak pada tanggal 19 April 2023, pukul 19.00 di kediaman keluarga pelaku,” katanya dalam keterangan tertulis kepada awak media pada (27/04/2023).
Dengan tegas, katanya, pelaku yang menghadang Mobil yang ditumpangi Kapolres dalam kedaan mabuk. Namun persoalan diselesaikan dengan jalan perdamaian antara keluarga pelaku dengan Yudha, sehingga, kata dia, tak perlu diperbesar apalagi meminta pencopotan Kapolres Yudha.
“Karena pihak keluargapun sangat memaklumi pelaku anak mereka dalam kondisi mabuk saat itu,” sambung dia.
Paskalis pun menolak tuntutan TPDI yang meminta Kapolri mencopot AKBP Yudha Pranata. Menurut dia, tuntutan yang dilakukan oleh TPDI berdasarkan sumber informasi dari media sosial, yang mana, katanya, tulisan dari media sosial itu masih prematur dan bukan berdasarkan investigasi lapangan.
“Dimana beberapa hari berikutnya, justru ada pihak-pihak yang disinyalir memanfaatkan kejadian tersebut dijadikan celah untuk mengakambing hitamkan Kapolres Nagekeo. Akibat adanya keseleo penulisan oknum wartawan yang membuat narasi berita penghadangan, dengan mengkait-kaitkan suku tertentu,” katanya.
Ia mengkritik wartawan yang telah memberitakan informasi itu.
Lanjut, katanya, “Ya, menurut saya, oknum wartawan yang menulis berita penghadangan mobil kapolres Nagekeo jadi terkesan seolah-olah membangun opini publik untuk membenturkan pihak kepolisian dengan suku tertentu,” sambung putera Nagakeo itu.
“Ini juga bisa mencederai prinsip dan kode etik jurnalis. Kok, melahirkan pemberitaan yang tidak fair. Saya, malah curiga ini hanya keseleo penulisan biasa atau ada unsur kesengajaan. Kita harus sama-sama menggali ini dengan bijak dan fair. Bahwa kemajuan bangsa tidak terlepas peran media sebagai pengontrol kebijakan publik maupun hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Namun apabila salah-salah membuat diksi, tentu bisa menimbulkan persoalan dan hiruk- pikuk di masyarakat. Ini yang terjadi di Nagekeo saat ini,” ucap Putera Nagakeo itu.
Ia mengatakan, TPDI menuntut pencopotan Kapolres AKBP Yudha hanya atas berdasarkan potongan video yang tersebar.
“Timbul kesan pembaca, seolah mau membenturkan para awak jurnalis di Nagekeo dengan Kapolres Nagekeo dengan menggunakan potongan video yang beredar. Saya membaca berita yang di lansir terkait pernyataan tuntutan dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) meminta Kapolri mencopot AKBP Yudha Pranata. Menurut saya, hanya bersumber dari informasi yang diambil dari sosial media yang menurut saya terlalu premature. Karena bukan berdasarkan investigasi secara langsung, baik di Institusi polres Nagekeo maupun di keluarga pelaku penghadang mobil kapolres sebagai awal mula persoalan. Lalu menyimpulkan sepihak hanya menonton potongan video yang tidak utuh beredar ramai di media social,” tambah Pascalis.
“Lalu melebar ada narasi-narasi yang menggiring opini publik seolah ada nuansa ras di Nagekeo. Rusaknya bangsa akhir-akhir ini salah satunya karena minimnya literasi para pegiat media social, karena menyimpulkan sesuatu informasi yang tidak utuh, lalu menggunakan untuk menyerang orang lain,” lanjut Pascalis.