banner 728x250

Peristiwa Pada 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan

banner 780X90
Dr. Lia Istifhama, M.E.I., Pengurus PW LTN NU Jatim

Akurat Media News Surabaya – Jelang memasuki 10 hari terakhir Ramadhan 1442 H, tentu kita seyogyanya mengingat segala amal kebaikan kita selama bulan penuh Rahmat ini belum berlalu mengikuti cepatnya perputaran waktu. Adapun dalam 10 hari terakhir bulan Ramadhan, terdapat peristiwa penuh hikmah yang perlu kita ketahui dan kita renungi bersama.

21 Ramadhan, Mengenang Pedihnya Bahaya Fitnah Yang Menjadi Penyebab Wafatnya Sayyidina ‘Ali r.a.

Example 300x600

Kepergian suami dari Sayyidah Fatimah putri Rasulullah SAW tersebut, menjadi pukulan pedih bagi kaum muslimin. Terlebih mengingat sosok ‘Ali yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW., sesuai sabda beliau: “Engkau (‘Ali) bagian dariku dan aku (bagian) darimu.” (HR Imam Bukhari).

Sebelum terbunuh, Sayyidina ‘Ali mengalami beragam cobaan dalam pemerintahannya, diantaranya adalah menghadapi fitnah dari beberapa orang yang menyebabkannya terlibat pertikaian dengan pendukung Sayyidah ‘Aisyah istri Rasulullah SAW. Selain itu, menantu Rasulullah SAW yang bernama asli Haydar bin Abu Thalib tersebut, harus bersabar menghadapi pemberontak selama kekhalifahannya, yaitu kelompok Muawiyah bin Abi Sufyan dan kelompok Khawarij. Pemberontakan yang dihadapi khalifah Ali bukan hanya perang yang dihadapi langsung, melainkan juga rangkaian fitnah dan tuduhan yang bertujuan melemahkan karakter pemerintahan menantu Rasulullah SAW tersebut.

Kepergian Sayyidina ‘Ali r.a., patut diambil hikmah bahwa segala fitnah, ujaran kebencian dan bentuk adu domba saat itu, sangat keji dan menimbulkan resiko perginya seorang pejuang Islam yang mulia. Bukan hanya Khalifah ‘Ali, Khalifah Umar bin Khattab dan Khalifah Ustman bin Affan, semuanya juga wafat karena dibunuh. Al Fatihah untuk semua Khulafaur Rasyidin.

22 Ramadhan, Penaklukkan Sunda Kelapa oleh Fatahillah.

Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu identitas nusantara, yaitu sebuah pelabuhan yang sudah ada sejak abad ke-5 dalam kepemilikan Kerajaan Tarumanegara. Namun pada abad ke-12 berpindah tangan menjadi milik Kerajaan Sunda dan menjadi salah satu pelabuhan penting yang ada di pulau Jawa. Saat itu, kegiatan perdagangan dilakukan oleh pedagang dari berbagai daerah di Nusantara dan pedagang asing seperti Tiongkok, Arab, India, Inggris dan Portugis.

Perdagangan dalam pelabuhan Sunda Kelapa dinilai terlalu didominasi oleh bangsa Portugis, sehingga menjadi penyebab Kerajaan Demak untuk menugaskan Fatahillah mengusir Portugis sekaligus merebut kota ini. Maka pada tanggal 22 Juni 1527 (22 Ramadan 933 H), pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) berhasil merebut Sunda Kelapa dan merubah nama menjadi Jayakarta (cikal bakal Kota Jakarta).

23 Ramadhan, Peristiwa Kemenangan Islam atas Persia.

Selain peristiwa Fathul Makkah (penaklukan Makkah) oleh kaum Muslim, potret kemenangan Islam juga terjadi saat menaklukkan Persia pada tanggal 23 Ramadhan.

Sebelum ditaklukkan oleh Islam, Persia merupakan wilayah dengan sistem pemerintahan kekaisaran, diantara kaisarnya adalah Rustum dan Yazdegerd, pemeluk agama di Persia adalah zoroaster (ajaran yang sifatnya filosofi). Zoroaster tergolong agama yang memiliki kemanusiaan rendah karena melarang jenazah pengikutnya dikubur atau dikremasi jika meninggal, melainkan dibiarkan dimakan oleh burung hingga menjadi tulang belulang.

Kemenangan Islam atas Persia terjadi pada pemerintahan Ustman bin Affan, Khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. Meski perjuangan meraih kemenangan tersebut telah berlangsung sejak masa Khalifah kedua, Umar bin Khattab. Penaklukan Persia dengan mudah menjadikan wilayah tersebut, yaitu Iran dan Irak, berubah menjadi wilayah muslim. Penduduk dengan cepat memeluk Islam dan penyerangan yang berlangsung hanya ditujukan pada kaisar Yazdegerd III, meski akhirnya kaisar ini tidak dibunuh oleh tentara muslim, melainkan oleh anak buahnya sendiri.

Kemenangan Islam atas Persia menambah catatan kemenangan Islam yang melibatkan semangat jihad Khalifah Umar bin Khattab ra. Selain perang melawan Persia, Khalifah Umar sangat berjasa memenangkan dalam banyak medan pertempuran, seperti: perang Yarmuk, Qaddisiyah, dan perang Tabuk (perang terakhir Baginda Rasulullah Saw). Dalam sebuah hadis dijelaskan, bahwa: Dari Abdullah (bin Mas’ud) ra.; “Kami selalu mendapat kemenangan semenjak Umar masuk Islam” (Shahih Bukhari, hadis nomor 3501).

24 Ramadhan, Turunnya Kitab Zabur

Kitab Zabur adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud. Dijelaskan dalam Tafsir Al-quran Al-adzim karya ibnu Katsir, bahwa bulan Ramadhan bukan hanya bulan saat kitab suci Al-Qur’an diturunkan, melainkan juga beberapa kitab samawi Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi dan Rasulnya sebelum Rasulullah SAW. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Jabir r.a, beliau berkata, “Sesungguhnya Suhuf Ibrahim diturunkan pada hari pertama Ramadhan, sedangkan kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa pada 6 Ramadhan, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud pada 12 Ramadhan, kitab injil diturunkan kepada Nabi ‘Isa pada 18 Ramadhan.”Riwayat yang semakna dengan ini dinukil pula dari sekelompok sahabat seperti Wailah bin Al-Asyqa’ dan Aisyah r.ha.

25 Ramadlan, Perang Ain Jalut

Tepat pada tanggal 25 Ramadhan 658 H, berlangsung peperangan yang dahsyat antara kaum muslimin di bawah pimpinan Sultan Mesir Saifuddin Qutuz dengan tentara Tartar raja Gothia di kota Ainjalut Palestina. Perang tersebut kemudian dimenangkan kaum Muslim dan menjadikan pasukan Mongol ang sebelumnya dikenal sangat digdaya dalam peperangan, akhirnya berakhir di wilayah Palestina.

Kemenangan pasukan muslim saat itu setidaknya disebabkan dua hal, semangat jihad dan kecerdasan berstrategi. Semangat jihad bergelora dalam seruan : “Waa Islaamaah!” oleh Sultan Quthuz untuk mengobarkan semangat para pejuang Islam. Seruan tersebut terbukti menguatkan semangat jihad para pasukannya untuk tetap teguh dan penuh keberanian melawan pasukan Mongol.

Disadur dari kitab shahih Bukhari, bahwa Rasulullah pernah menjelaskan keutamaan jihad sebagai bagian dari keimanan. Dalam hadis nomor 36 Shahih Bukhari:

عن أبي هُرَيْرَة رضي الله عنه عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:“انْتَدَبَ اللَّهُ لِمَنْ خَرَجَ فِي سَبِيلِهِ لا يُخْرِجُهُ إِلَّا إِيمَانٌ بِي وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِيأَنْ أُرْجِعَهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ أَوْ أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَلَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي مَا قَعَدْتُ خَلْفَ سَرِيَّةٍ، وَلَوَدِدْتُ أَنِّي أُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّأُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ، ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ.

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw.,beliau bersabda: “Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia menguasakan orang yang keluar dari jalan-Nya hanya karena iman kepada-Ku dan membenarkan para Rasul-Ku maka Aku memulangkannya dengan pahala atau rampasan perang atau sorga yang diperolehnya. Seandainya bukan karena menyulitkan atas umat saya,niscaya tidak duduk-duduk di belakang detasemen tentara dan sungguh saya suka untuk terbunuh di jalan Allah kemudian saya dihidupkan, kemudian dibunuh dan dihidupkan kemudian dibunuh.”

Faktor kedua adalah kecerdasan berstrategi. Sultan Quthuz tidak serta merta menunjukkan kekuatan dari pasukannya, melainkan membiarkan pasukan Mongol merasa sombong ketika mengetahui pasukan Quthuz tidak sebanding dengan pasukannya. Tatkala pasukan Mongol maju penuh percaya diri untuk meraih kemenangan secara mudah, di saat itulah, seruan ‘Waa Islaamaah’ dari Sultan Quthuz terdengar nyaring diikuti dengan munculnya pasukan-pasukan Muslim yang semula berdiam di balik lembah, tiba-tiba keluar, menampakkan diri dan mengepung pasukan Mongol. Dalam waktu singkat, pasukan Mongol pun meraih kekalahan untuk pertama kalinya.

Kecerdasan yang dimiliki pasukan Muslim, terbukti mengalahkan kesombongan kaum kafir. Dalam Kitab Shahih Bukhari hadis nomor 6183 dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Adalah hak Allah untuk tidak mengangkat sesuatu urusan duniawi, melainkan Dia merendahkannya”. Dengan begitu, Rasulullah SAW pernah memperingatkan manusia tentang kesia-siaan sikap merendahkan diri karena hanya Allah SWT yang berhak mengangkat segala urusan duniawi.

26 Ramadlan, Perang Tabuk, Perang Terakhir Baginda Rasulullah SAW.

Perang Tabuk menjadi sejarah peperangan terakhir yang diikuti oleh Rasulullah Saw. Rasulullah memimpin langsung perang yang terjadi pada 630 M atau 9 H antara tentara Muslim dan pasukan Bizantium (Romawi Timur).

Perjalanan untuk menempuh perang memakan waktu 20 hari, disebabkan jarak Madinah menuju Tabuk adalah 800 km. Perjalanan Rasulullah Saw dan pasukan, penuh perjuangan. Bukan hanya karena jarak tempuh, melainkan juga karena keterbatasan bahan makanan serta panasnya gurun pasir. Perang ini bahkan dijuluki “Pasukan Jaisyul Usrah” yang artinya pasukan yang dalam keadaan sulit.

Sesampainya di Tabuk, Rasulullah Saw berdiri di hadapan pasukan dan menyampaikan pidato yang penuh semangat hingga membuat jihad prajurit semakin membara. Pasukan Romawi yang ditunggu-tunggu tak kunjung terlihat. Rupanya mereka takut dan khawatir melihat keberanian pasukan Muslimin. Mereka lari berpencar di perbatasan wilayah. Kejadian ini membuat pasukan Muslimin semakin dihormati di Jazirah Arab.

Rasulullah Saw didatangi oleh Yuhanah bin Rubbah dari Ailah untuk menawarkan perjanjian perdamaian. Rasulullah menulis selembar surat perjanjian dan memberikan kepada mereka. Akhirnya peperangan pun tidak jadi terjadi.

Berbagai kabilah yang dulunya tunduk pada Romawi berbalik mendukung kaum Muslimin sehingga wilayah kekuasaan pemerintah Islam semakin bertambah luas. Setelah 30 hari meninggalkan Madinah, akhirnya umat Islam kembali ke Madinah tanpa terjadi peperangan. Rasulullah kembali dari peperangan pada tanggal 26 Ramadan, dan perang ini merupakan perang terakhir beliau.

Perang Tabuk pun menjadi kisah inspiratif tentang kesabaran, keteguhan, keoptimisan, dan kekompakan. Kesemua faktor itu menjadi semangat tawakkal dan berakhir sebagai bentuk jihad yang membawa kemenangan. Bukan hanya makna-makna tersebut, beragam kisah penuh hikmah yang terjadi selama perang Tabuk juga dijelaskan dalam Shahih Bukhari.

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ حَائِطًا وَاَمَرَنِيْ بِحِفْظِ بَابِ الْحَائِطِ فَجَاءَ رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُوَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَاِذَا اَبُوْ بَكْرٍ, ثُمَّ جَاءَ اَخَرُ يَسْتَأْذِنُ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ فَاِذَا عُمَرُ, فَجَاءَ رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فَسَكَتَ هُنَيْهَةَ ثُمَّ فَقَالَ ائْذَنْ لَهُوَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ عَلَى بَلْوَى سَتُصِيْبُهُ فَاِذَ عُثْمَانُ بِنْ عَفَّانَ. وَزَادَ فِيْهِ عَاصِمٌ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ قَائِدًا فِيْ مَكَانٍ فِيْهِ مَاءٌ قَدْانْكَشَفَ عَنْ رُكْبَتَيْهِ اَوْ رُكْبَتِهِ فَلَمَّا دَخَلَ عُثْمَانُ غَطَّاهَا.

Artinya: dari Abu Musa ra. sesungguhnya Nabi Saw. masuk di sebuah kebun dan menyuruhku menjaga pintu kebun tersebut, lalu datanglah laki-laki meminta izin. Beliau bersabda: “Izinkan dia dan sampaikan kabar gembira kepadanya tentang surga.” Ternyata dia adalah Abu Bakar. Kemudian datanglah laiki-laki lain meminta izin. Beliau bersabda: “Izinkan dia dan sampaikan kabar gembira kepadanya tentang surga.” Ternyata dia adalah Umar. Kemudian datanglah seseorang yang lain meminta izin. Beliau diam sebentar lalu bersabda: “Izinkan dia dan sampaikan kabar gembira kepadanya tentang surga atas cobaan yang menimpanya.” Ternyata dia adalah Usman bin Affan. ‘Ashim menambahkan di dalam hadis tersebut, “Sesungguhnya Nabi Saw. duduk di tempat yang ada airnya sambil terbuka kedua lututnya. Kemudian ketika Usman masuk, Maka beliau menutupnya.”

Perang Tabuk juga menjelaskan tentang sikap dermawan Utsman bin Affan yang bersedia menggali sumur rumah ketika hal tersebut menjadi kebutuhan pasukan muslim. Perang Tabuk menjadi pertaruhan tentang kesabaran pasukan yang meski sempat mengeluh, namun kemudian memutuskan untuk berjihad bersama Baginda Rasul. Ada sebuah sabda Rasulullah Saw yang begitu menjadi kesan mendalam pasukan saat itu, bahkan menjadi kesedihan bagi yang mendengarnya (Shahih Bukhari, hadis nomo 4198): “Wallahu laa ahmilukum ‘alaa syai’in”. (Demi Allah saya tidak akan membebani kalian atas sesuatu).

Sekitar lima bulan setelah perang Tabuk, Rasulullah Saw kemudian wafat tepat pada hari Senin, 8 Juni 632 atau 12 Rabiul Awwal 10 H di rumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, di kamar yang kini menjadi makam Muhammad. Rasul terakhir yang sangat kita cintai tersebut, wafat pada hari, tanggal dan bulan yang sama dengan kelahirannya. Subhanallah.

27 Ramadlan, Ketika Kita Mendambakan Peristiwa Lailatul Qadar

Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mendirikan malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah SWT maka ia diampuni dosanya yang telah lampau.’ (Shahih Bukhari, hadis nomor 35).

Lailatul qadar adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadan, digambarkan dalam Al Qur’an sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Deskripsi tentang keistimewaan malam ini dapat dijumpai pada Surah Al-Qadar, surat ke-97, yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Qadr. Dan tahukan kamu apa malam Qadr itu? (yaitu) malam Qadr itu lebih baik dari malam seribu bulan. Pada malam itu, turun para malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Sejahteralah malam itu hingga terbit fajar.”

Dijelaskan oleh Imam Bukhari tentang kata anzalnaahu dan mathla’il. Insya Allah, dapat dipahami bahwa kata anzalnaahu pada ayat pertama merupakan kinayah (yang menerangkan tentang) Al-Qur’an. Kinayah disni bisa dipahami sebagai sifat atau penjelasan atas Al-Qur’an, bahwa inilah kitab suci (terakhir, paling mulia) yang diturunkan oleh Allah SWT. Sedangkan pada ayat terakhir, yaktu kata matla’il, adalah bermakna tempat terbitnya fajar. Jika kita pahami secara logika, fajar dalam kehidupan nyata adalah sinar pagi yang menjadi awal lembaran hari, sebuah semangat untuk menjalani kehidupan.

Dengan begitu, al Qadr menandakan sebuah cahaya (yang terkandung dalam Al-Qur’an) sebagai pegangan hidup manusia. Sedangkan malam Lailatul Qadr Insya Allah dapat dimaknai sebagai malam yang memberikan cahaya besar, hal baik yang begitu utama bagi manusia. Dalam hal ini, bahwa umat Islam sangat mengharapkan mendapat keberkahan cahaya pada malam Lailatul Qadr. Cahaya malam (seterang fajar) yang menjadi penerang atas kehidupan nyatanya.

Semoga kita bisa mendapat kesempatan memiliki keberkahan malam Lailatul Qadr di bulan suci ini. Aamiiin…

28 Ramadhan, Pembebasan Andalusia (Spanyol).

Andalusia adalah nama Arab yang diberikan kepada wilayah-wilayah bagian semenanjung iberia yang diperintah oleh orang Islam selama beberapa waktu mulai tahun 711 sampai 1492 Masehi. Pada 28 Ramadhan tahun ke-92 Hijriyah, panglima Islam bernama Tariq bin Ziyad dikirim pemerintahan Bani Umayyah untuk menaklukkan wilayah Al-Andalus (Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar dan sekitarnya). Tariq memimpin armada Islam menyeberangi laut yang memisahkan Afrika dan Eropa. Setelah pasukan Islam mendarat, Tariq membakar kapal-kapal tentara Islam agar mereka tidak berpikir untuk mundur. Pasukan Tariq menyerbu wilayah Andalusia dan berhasil meraih kemenangan atas kerajaan Visigoth, di mana rajanya, Roderick terbunuh pada tanggal 19 Juli 711 dalam pertempuran Guadalete. Setelah itu, Thariq menjadi gubernur wilayah Andalusia dan menjadikan wilayah Andalusia selama delapan abad menjadi salah satu pusat peradaban dunia saat itu.

29 Ramadlan, Dari Zakat Fitrah Hingga Persiapan Silaturahmi, Inilah Keutamaannya

Seperti kita ketahui, dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 110, dijelaskan tentang kewajiban mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Sedangkan dalam surat At Taubah ayat 11 dijelaskan keutamaan zakat. Allah SWT berfirman: “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.”

Kewajiban zakat kemudian dipertegas dalam Hadis, diantaranya yang dijelaskan dalam kitab Shahih Bukhari juz 2, hadis nomor 1336: “Dari Ibnu Abbas ra., Ia berkata: “Aku diberitahu oleh Abu Sufyan ra., lalu ia menyebutkan hadis nabi.” Ia mengatakan: “Nabi menyuruh kita supaya mendirikan shalat, menunaikan zakat, silaturrahmi (menghubungi keluarga) dan ifaf (yakni menahan diri dari perbuatan buruk.”

Menunaikan zakat seyogyanya bukan hal yang sulit karena telah diatur dalam Islam, yaitu dengan batas tertentu yang menunjukkan kemampuan seseorang. Dalam Shahih Bukhari, hadis nomor 1440, dijelaskan bahwa Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah satu sha’ (satu sha’=576 gram) kurma atau gandum, atas setiap hamba dan orang merdeka, baik laki-laki dan perempuan, kecil maupun besar dari kalangan kaum muslimin ,dan beliau menyuruh agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat (Idul Fitri).

Penting diketahui, bahwa dalam berzakat, kita hendaknya mengucapkan doa niat zakat fitrah:

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri fardlu karena Allah Ta’ala.

Setelah zakat, kita pun seyogyanya memuliakan momentum gema takbir (“Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd”), Shalat sunnah Idul Fitri, dan silaturahmi setelah menunaikan shalat ‘Id. saat Hari Raya Idul Fitri.

Dalam Hadis shahih bukhari nomor 934 dijelaskan:

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ اُمِرْنَا اَنْ نُخْرِجَ الْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُوْرِ. وَعَنْ اَيُّوْبِ وَعَنْ حَفْصَةَ بِنَحْوِهِ وَزَادَ فِيْ حَدِيْثِ حَفْصَةَ قَالَ اَوْ قَالَتِ الْعَوَاتِقَوَذَوَاتِ الْخُدُوْرِ وَيَعْتَزِلْنَ الْحُيِّضُ الْمُصَلِّيَ.

Dari Ummu Athiyyah ia berkata: “Kita kaum perempuan diperintah supaya menyuruh keluar gadis-gadis dan perempuan-perempuan yang masih muda.” Juga dari Ayyub dari Hafshah dengan lafadz seperti di atas dan di dalam hadis riwayat Hafshah ada tambahannya, yaitu kata ayyub atau kata Hafshah: “Yang disuruh keluar itu adalah gadis-gadis dan perempuan-perempuan muda, bahkan orang-orang yang berhaid, tetapi yang haid ini supaya memencilkan diri dari tempat shalat hari raya tersebut.”

Memuliakan Hari Raya merupakan ‘hak’ kita sebagai muslim yang telah menjalankan serangkaian ibadah selama bulan Ramadhan. Keluar rumah dan bertemu dengan tetangga untuk kemudian melakukan silaturahmi, merupakan bentuk pemahaman kita atas anjuran Rasulullah SAW, bahwa ‘mengingat tetangga’, merupakan pesan yang disampaikan Malaikat Jibril:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَازَالَ يُوْصِيْنِيْ جِبْرِيْلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ اَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ.

Dari ‘Aisyah ra. dari Nabi Muhammad Saw, beliau bersabda: “Tiada henti-hentinya Jibril berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai-sampai aku mengira ia (tetangga) akan mendapat warisan (dari tetangganya).”

Selain itu, menyambung silaturahmi juga merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang dijelaskan dalam sebuah hadis:

Dari Ubaidillah bin Abdullah ra. Sesungguhnya Abdullah bin Abbas memberitahu padanya bahwa sesungguhnya abu Sufyan memberitahukan tentang Hiraqlu yang mengirim utusan kepadanya dan bertanya: “Apa yang diperintahkan oleh Nabi (Muhammad Saw)? Abu Sufyan menyjawab: “Beliau (Rasulullah Saw) memerintahkan aku untuk shalat, sodaqoh, meninggalkan keinginan yang hina, dan menyambung (silaturrahmi sanak famili). (Shahih Bukhari).

30 Ramadlan, Wafatnya Sang Mujtahid Imam Bukhari

Tepat sebelum Idul Fitri, yaitu tanggal 30 Ramadlan malam hari, Imam Bukhari, yang mengumpulkan hadis Rasulullah dalam Shahih Bukhari, wafat. Seorang ‘alim (berilmu) kelahiran Bukhara, Jumat 13 Syawal 194 H, wafat di usia 62 tahun kurang 13 hari.

Konon, Al Bukhari memiliki begitu banyak keistimewaan, diantaranya sebagai berikut:

1.         Pada usia 16 tahun telah menampilkan kitab Shahih Bukhari berisikan 6000 hadis.

2.         Saat beliau berusia 10 tahun, beliau telah menulis 1080 hadis dari banyak guru ahli hadis.

3.         Total hadis yang beliau tulis sepanjang hidup ialah sejumlah 7275 hadis.

Setiap selesai menulis sebuah hadis, beliau selalu mandi lalu shalat dua raka’at. Sang Mujtahid yang pernah mengalami buta di masa kecil tersebut, memiliki seorang ibu yang sangat makbul do’anya. Pada suatu malam, ibunya bermimpi bertemu nabi Ibrahim as, yang berkata kepadanya: “Hai Ibu, Allah telah berkenan mengembalikan penglihatan mata puteramu berkat doa yang seringkali kamu panjatakan setiap waktu.” Dan kemudian, Al Bukhari pun bisa melihat dengan jelas. Subhanallah.

Pada akhirnya, semoga nanti pada 1 Syawal 1442 H, kita bisa memanfaatkannya sebagai momen penguatan ukhuwwah Islamiyyah dan semoga kelak kita masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan 1443 H. Aamiin ya rabbal ‘alamiin.

Oleh: Dr. Lia Istifhama, M.E.I., Pengurus PW LTN NU Jatim

banner 780X90
banner 120x600

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *