Akuratmedianews.com – Setelah hampir enam bulan menjadi tanda tanya besar di dunia pendidikan, kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMK PGRI 2 Ponorogo akhirnya memasuki babak baru. Kepala sekolah berinisial SA resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo, Senin (28/4/2025).
Penahanan dilakukan setelah SA menjalani pemeriksaan maraton sejak pukul 10.00 WIB di kantor Kejari Ponorogo. Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, menegaskan bahwa penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
“Hari ini penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka SA. Statusnya, dinaikkan setelah kami meyakini adanya minimal dua alat bukti yang sah,” ujar Agung kepada wartawan.
SA kini harus mendekam di Rutan Kelas II-B Ponorogo setidaknya selama 20 hari ke depan. Penahanan ini juga untuk mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
Menurut Kejari, SA diduga kuat melakukan penyimpangan penggunaan dana BOS selama periode 2019–2024. Besarnya dana yang dikelola dalam lima tahun itu membuat potensi kerugian negara cukup signifikan, meskipun hingga kini pihak kejaksaan masih menunggu hasil final audit dari ahli terkait besaran kerugian tersebut.
Selama penyelidikan, kejaksaan telah memeriksa lebih dari 20 saksi, mulai dari internal sekolah, pejabat Cabang Dinas Pendidikan (Cabdindik) Ponorogo-Magetan, pihak swasta, hingga pejabat di Dinas Pendidikan Jawa Timur. Fakta-fakta yang terkuak menguatkan dugaan adanya rekayasa penggunaan dana, termasuk pengadaan barang yang tidak sesuai dan dugaan fiktif.
Selain dokumen-dokumen pertanggungjawaban yang dinilai janggal, kejaksaan juga telah menyita sejumlah aset mencolok: 11 unit bus sekolah, tiga unit mobil Avanza, satu unit Pajero, dan kini bertambah satu unit Avanza lagi yang baru disita bersamaan dengan penahanan SA.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencium kejanggalan dalam penggunaan dana BOS di SMK PGRI 2 Ponorogo. Laporan itu diterima Kejari pada pertengahan 2024, dan puncaknya terjadi pada November 2024 saat penyidik melakukan penggeledahan besar-besaran di lingkungan sekolah.
Sejak saat itu, publik Ponorogo menunggu dengan penuh harap dan juga tanda tanya: kapan ada tersangka? Proses terhambat karena mesti menunggu hasil audit ahli, yang ternyata memakan waktu hingga berbulan-bulan.
Kini, dengan penahanan SA, harapan untuk mengungkap tuntas kasus ini kembali menguat. Kejari memastikan, penyidikan akan terus berjalan, bahkan tidak menutup kemungkinan munculnya tersangka baru.
“Proses penyidikan tidak berhenti di sini. Kami mendalami semua fakta yang terungkap,” tegas Agung.
SA dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara kini membayangi kepala sekolah tersebut.
Penahanan ini menjadi peringatan keras bahwa penyimpangan dana pendidikan, yang sejatinya untuk masa depan generasi muda, akan mendapat tindakan hukum tegas. Dunia pendidikan Ponorogo tercoreng, tapi publik kini menanti, agar keadilan benar-benar ditegakkan hingga ke akar-akarnya.