Akuratmedianews.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember menggelar Workshop “Etik dan Profesionalisme Jurnalis: Meningkatkan Integritas dan Standar Kompetensi” di salah satu hotel kawasan Jember kota, pada Jum’at 20 Juni 2025. Langkah ini sebagai bagian dari upaya membina jurnalisme beretika sekaligus memperkuat standar kompetensi bagi para jurnalis di era digital.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan dukungan dari Kedutaan Besar Australia dan AJI Indonesia dengan menghadirkan sejumlah narasumber kompeten di bidang jurnalistik dan regulasi media.
Workshop menghadirkan narasumber utama yakni Abdul Manan, Komisioner Bidang Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers; M Miftah Faridl, penguji Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ); serta sambutan dari Glen Askew, Konsul-Jenderal Australia di Surabaya. Kegiatan ini dipandu oleh Andi Saputra sebagai moderator.
Ketua AJI Kota Jember, Mohamad Ulil Albab, menegaskan pentingnya etika sebagai pilar utama dalam praktik jurnalistik. Dia menilai, di tengah arus informasi dan perkembangan teknologi yang masif, jurnalis dituntut tidak hanya cepat tetapi juga tetap memegang teguh etika jurnalistik.
“Workshop ini menjadi ruang refleksi dan penguatan nilai-nilai tersebut. Saya pikir publik punya hak mendapatkan informasi yang berkualitas, jadi jurnalis tidak hanya bekerja untuk perusahaan media, tapi juga untuk kepentingan publik,” katanya.
Konsul-Jenderal Australia di Surabaya, Glen Askew, dalam sambutannya menyatakan bahwa Pemerintah Australia memberikan perhatian besar terhadap perkembangan media di Indonesia. Menurutnya, keberadaan jurnalis profesional yang menjungjung tinggi etika dalam menyampaikan informasi akurat, dirasa sangat penting bagi demokrasi.
“Workshop ini adalah bagian dari banyak kerja sama pendidikan dan pelatihan antara Pemerintah Australia dan Indonesia. Kami percaya, jurnalis memainkan peran penting dalam menyampaikan informasi yang dapat dipercaya masyarakat secara luas,” kata Glen Askew.
Dalam paparannya, Abdul Manan menyoroti dua sisi dari kemajuan teknologi digital dalam dunia jurnalistik. Di satu sisi, teknologi memudahkan kerja wartawan berkomunikasi, pengiriman berita, pencarian dan verifikasi data, hingga kolaborasi lintas negara. Namun, di sisi lain, teknologi juga membawa tantangan serius terhadap etika dan kualitas jurnalisme.
“Di awal 2000-an, banyak berita sensasional dan mistik mendominasi ruang publik karena etika diabaikan. Kini, kemajuan teknologi seperti AI memang memberi efisiensi, tapi jika tidak disertai etika, bisa memperburuk kualitas informasi,” jelas dia.
Manan juga menyoroti maraknya praktik re-write berita menggunakan kecerdasan buatan (AI) tanpa verifikasi, yang menimbulkan potensi kesalahan dan merusak militansi jurnalis.
“AI bisa membantu dalam transkrip atau terjemahan, tapi tetap harus dijalankan dalam bingkai kode etik. Penyebutan penggunaan AI pada produk jurnalistik perlu dilakukan secara transparan, terutama dalam aspek signifikan seperti pencarian ide, editing otomatis, hingga olah visual,” tambah dia.
Lebih lanjut, mantan Ketua AJI Indonesia itu menegaskan bahwa Kode Etik Jurnalistik (KEJ) masih sangat relevan dan menjadi jawaban atas problem jurnalisme di era digital, termasuk untuk keselamatan jurnalis, perlindungan hukum, dan akurasi informasi.
“Kemajuan teknologi menyajikan peluang dan tantangan tersendiri. Jadi, pemanfaatan kemajuan teknologi secara etis diharapkan bisa membantu jurnalis dan media mengembangkan jurnalisme yang lebih baik, lebih berintegritas, dan lebih punya masa depan,” imbuh Manan.
Sementara itu, perwakilan penguji UKJ dari AJI Indonesia, Danu Sukendro, menyampaikan bahwa Uji Kompetensi Jurnalis merupakan amanat kongres AJI untuk melahirkan jurnalis-jurnalis yang profesional dan beretika.
“AJI Indonesia telah menyiapkan panduan, infrastruktur, dan tenaga penguji untuk menyelenggarakan UKJ secara nasional. Ini bagian dari tanggung jawab menjaga kualitas jurnalisme di Indonesia,” kata Danu.
Penguji UKJ, M Miftah Faridl, turut menyampaikan bahwa peningkatan profesionalisme jurnalis tidak bisa dilepaskan dari penguasaan etika, keterampilan kerja jurnalistik, serta pemahaman konteks sosial dan digital tempat informasi berkembang.
Karenanya, Faridl menyerukan jurnalis agar senantiasa memegang teguh KEJ tanpa menggadaikan independensinya. Meski potensi delik pers terus menghantui perusahaan media dan jurnalis, ia menyarankan jurnalis tetap mampu melakukan mitigasi awal.
Caranya, pertama dengan tetap mematuhi kode etik jurnalistik, kedua disiplin verifikasi, ketiga mematuhi kode perilaku, dan keempat mematuhi pedoman pengelolaan akun media sosial.
“Penting untuk diingat, kebebasan pers juga harus diiringi tanggung jawab yang proporsional. UU Pers juga telah mengatur batas-batas yang wajar untuk melindungi hak-hak individu, menjaga stabilitas sosial, dan mencegah penyebaran informasi yang salah atau merugikan. Pasalnya, jurnalis dan media massa diberi mandat untuk memanggul tanggungjawab memastikan hak asasi masyarakat yakni hak untuk tahu atas informasi bisa dipenuhi,” imbuh mantan jurnalis CNN tersebut.
AJI Kota Jember merupakan bagian dari jaringan nasional Aliansi Jurnalis Independen yang berkomitmen memperjuangkan kebebasan pers, profesionalisme jurnalis, serta kesejahteraan anggota. Melalui pelatihan, AJI Jember terus mendorong tumbuhnya ekosistem jurnalisme yang sehat dan berintegritas di wilayah Tapal Kuda dan sekitarnya.(*)