banner 728x250

BKK Rp500 Juta? Ujian Komitmen RPJMD Sidoarjo bagi Desa

  • Bagikan
BKK Rp500 Juta: Ujian Komitmen RPJMD Sidoarjo bagi Desa. (Foto : Istimewa)
banner 780X90

Oleh : Nanang Haromain *)

Janji politik Bupati–Wakil Bupati Sidoarjo untuk menyalurkan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Rp 500 juta ke setiap desa/kelurahan mulai diuji di meja perencanaan. Wacana bahwa anggaran itu “tidak murni” untuk desa—karena dipotong insentif RT/RW, LPMD, dan perangkat lain—menjadi sorotan tajam dalam rapat-rapat paripurna RPJMD 2025-2030.

Program BKK Rp 500 juta tercantum dalam 14 agenda unggulan pasangan Subandi–Mimik saat Pilkada 2024—intinya mempercepat pembangunan berbasis desa sebagai “poros pertumbuhan” Sidoarjo. RPJMD wajib menerjemahkan janji itu menjadi indikator, pagu, dan tahapan multi-tahun.

Fraksi-fraksi DPRD—dari Golkar, Gerindra hingga PDI-P—meminta BKK disalurkan utuh, tanpa potongan. Mereka mengkritik skema yang “mentah” karena setelah dibagi insentif, desa hanya memegang sekitar Rp 286-318 juta, berpotensi menimbulkan ketimpangan antar-desa yang jumlah RT/RW-nya berbeda.

Namun tantangan terbesar bukan sekadar menganggarkan, melainkan mengubah paradigma pembangunan: dari kabupaten-sentris ke desa-sentris.

Pelimpahan Kewenangan: Kunci Desa Bergerak

Selama ini, pembangunan desa sering tersendat karena segala keputusan—dari desain kegiatan hingga pencairan dana—terlalu terpusat di tingkat kabupaten. Desa hanya menjadi pelaksana pasif, bukan pengelola aktif. Padahal, Undang-Undang 6/2014 tentang Desa secara eksplisit menempatkan desa sebagai entitas otonom dalam mengelola urusan kewenangannya berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa.

Pelimpahan kewenangan dari kabupaten ke desa, berikut anggarannya, menjadi mutlak agar desa dapat merancang solusi yang kontekstual, cepat, dan sesuai kebutuhan warganya. BKK bisa menjadi wahana pelimpahan ini, jika dirancang bukan hanya sebagai belanja hibah, melainkan sebagai mekanisme devolusi urusan konkuren.

Model “BKK-plus-delegasi” sejatinya menerapkan prinsip tugas pembantuan: kabupaten melimpahkan sebagian urusan (infrastruktur dasar, RTLH, Anak putus sekolah, pengembangan UMKM, dll.) ke desa, disertai anggaran, standar pelayanan, dan indikator kinerja.

Sementara itu, kekhawatiran soal anggaran, dalam hitung-hitungan Fiskal Singkat pemerintahan Kabupaten Sidoarjo yang memiliki 346 desa/kelurahan. Jika tiap unit mendapat Rp 500 juta, kebutuhan minimal Rp 173 miliar/tahun. Dengan proyeksi APBD 2025 sekitar Rp 6,5 triliun, porsi BKK ±2,6 %. Angka ini layak secara fiskal, tetapi menuntut relokasi belanja lain atau peningkatan PAD agar tidak menggerus layanan publik esensial. (Perhitungan berdasar data APBD Indikatif 2025 dan jumlah desa/kelurahan di BPS; asumsi bisa dimutakhirkan saat RAPBD-P).

Tentu masih banyak hal yang harus dilakukan untuk mengawal pelaksanaan program BKK 500 juta ini, seperti Kualitas RPJMDes. Banyak desa belum merevisi RPJMDes agar selaras dengan visi “Sidoarjo Maju, Inklusif, Berkelanjutan”.

Selanjutnya adalah perbaikan SDM & Tata Kelola: Penyaluran BKK tanpa peningkatan kapasitas bendahara desa berisiko temuan BPK. Termasuk Transparansi & Akuntabilitas: Portal keterbukaan data desa (SID) perlu di-upgrade agar publik bisa memantau realisasi BKK per kegiatan. Fungsi-fungsi partisipatif juga perlu dilakukan. Pelibatan BPD dan civil society dalam audit kinerja, bukan hanya audit keuangan. Termasuk adanya pendampingan tenaga teknis mulai dari perencanaan sampai tingkat pelaksanaannya

Pemkab juga harus segara mebuat Regulasi turunan Segera terbitkan Perbup tentang pedoman teknis BKK—membahas juknis pencairan, jenis kegiatan prioritas, hingga sanksi keterlambatan laporan.

BKK Rp 500 juta adalah kompas moral bagi RPJMD Sidoarjo: ia menguji seberapa jauh “desa sebagai subjek pembangunan” benar-benar diterjemahkan ke regulasi dan anggaran. Jika tata kelola jernih, program ini dapat menjadi etalase pembagian kewenangan yang efektif; namun bila kompromi politik dibiarkan memangkas porsi desa, janji visional kepala daerah bisa tergerus di tengah jalan.

*) Penulis adalah Nanang Haromain, seorang adalah IRPD dan pengamat politik

banner 780X90
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *