Akuratmedianews.com – Data kasus kecelakaan kerja yang dicatat BPJS Ketenagakerjaan Tuban menunjukkan perbedaan mencolok dibandingkan dengan data yang dimiliki oleh Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur Subkorwil Tuban.
Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan, sepanjang periode 1 Januari-30 Juni 2025 telah terjadi 720 kasus kecelakaan kerja. Rinciannya, 350 kasus terjadi di lingkungan dalam kantor atau tempat kerja, 70 kasus di luar gedung namun masih dalam satu area kerja, dan 290 kasus lainnya merupakan kecelakaan lalu lintas saat perjalanan pulang-pergi dari tempat kerja.
Sementara itu, Pengawas Ketenagakerjaan hanya menerima laporan 16 kasus pada periode yang sama. Dari jumlah tersebut, 10 kasus terjadi di tempat kerja, sedangkan 6 kasus terjadi saat perjalanan pulang-pergi dari lokasi kerja.
Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Jatim Kasubkorwil Tuban, Erny Kartikasari mengaku belum mengetahui penyebab ketimpangan data yang cukup signifikan tersebut. Namun menurutnya, banyak perusahaan yang mungkin tidak melaporkan kecelakaan kerja ke instansinya sesuai ketentuan yang berlaku.
“Analisa saya, mungkin ada sebagian mereka yang tidak melapor ke kami tapi langsung potong kompas ke BPJS, mungkin karena tidak tahu,” tuturnya, Selasa (8/7/2025).
Selain itu, Erny menduga selisih tersebut terjadi karena tidak semua peserta BPJS merupakan pekerja formal. Banyak diantaranya merupakan pekerja mandiri atau kategori Bukan Penerima Upah (BPU) yang tidak terikat langsung dengan perusahaan.
“Kalau untuk lebih jelasnya, kita akan coba berkordinasi dengan pihak BPJS,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tuban, Anita Riza Chaerani menjelaskan bahwa data yang dihimpun pihaknya tidak hanya terbatas dari perusahaan di Tuban, tetapi juga dari pekerja yang ber-KTP Tuban, meskipun mereka bekerja di luar daerah.
“Bisa jadi yang lapor ke pengawas itu adalah perusahaan-perusahaan yang ada di Tuban secara kepesertaannya. Kalau klaim kecelakaan kerja belum tentu kepesertaannya Tuban. Bisa saja dulu dia pernah kerja di Jakarta, pas pulang ke Tuban dia mencairkan (klaim),” terangnya.
Hal tersebut, lanjut Riza, membuat jumlah kasus kecelakaan kerja dan nominal klaimnya terlihat tinggi jika dibandingkan dengan laporan yang masuk ke pengawas.
“Kenapa jumlahnya jadi besar banget, karena menghitungnya jumlah orang yang ber-KTP Tuban dan sudah mengambil klaim,” tambahnya.
Di sisi lain, Riza juga menyoroti kesadaran para pelaku usaha dalam melaporkan kecelakaan kerja kepada pengawas, sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mewajibkan pelaporan dalam waktu 1×24 jam pasca kejadian.
“Mungkin juga kesadaran perusahaan masih rendah. Biasanya kecelakaan kerja mereka hanya lapor ke BPJS Ketenagakerjaan tanpa melapor ke pengawas,” ujarnya.
Terlebih lagi, jika pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dirujuk langsung ke rumah sakit mitra BPJS, maka aspek administratif pelaporan ke pengawas sering kali terabaikan.
“Biasanya ditangani dulu. Pada saat melengkapi administrasi, mereka lupa untuk melaporkan kepada pengawas,” ucapnya.(*)
Riza menambahkan, pelaporan ke pengawas tetap penting, meskipun klaim kecelakaan kerja bisa diproses tanpa laporan tersebut. Tujuannya, agar semua kasus kecelakaan kerja di Tuban bisa terdata dan diawasi secara menyeluruh.
“Meskipun tidak lapor ke pengawas kita tetap melayani kalau ada kejadian kecelakaan kerja. Jangan sampai hanya karena belum melapor yang bersangkutan harusnya segera dilakukan tindakan, jadi tertunda,” tandasnya.