Akuratmedianews.com – Gedung Grahadi membara! Ribuan mahasiswa dan masyarakat tumpah ruah ke jalan, Senin (24/3/2025), menyuarakan penolakan terhadap RUU TNI. Bukan sekadar orasi, aksi ini diwarnai teatrikal dan pembacaan puisi yang membakar semangat.
Massa aksi menuntut pembatalan RUU TNI yang disahkan DPR RI pada Kamis (20/3/2025) lalu. Mereka khawatir pengesahan ini akan mengulang kembali praktik-praktik yang terjadi pada era orde baru.
Kekhawatiran muncul jika aparat TNI menduduki jabatan sipil. Keputusan yang seharusnya diambil melalui musyawarah atau diskusi dikhawatirkan akan berubah menjadi keputusan sepihak. Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI oleh DPR menuai sorotan publik.
Beberapa pasal krusial menjadi perhatian, di antaranya penambahan jabatan sipil yang dapat diisi langsung oleh aparat TNI, perluasan kewenangan operasi militer selain perang, perpanjangan usia pensiun, dan peluang bagi pensiunan TNI untuk menduduki jabatan perwira komponen cadangan.
Pembahasan RUU TNI sebenarnya telah dimulai sejak tahun lalu, namun sempat terhenti karena adanya pemilihan presiden. Setelah Presiden Prabowo Subianto dilantik, pembahasan kembali dilanjutkan. Pada 18 Februari 2025, Presiden mengirimkan surat persetujuan dan penunjukan wakil pemerintah untuk membahas RUU ini.
Pada hari yang sama, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, menerima surat tersebut dan segera mengadakan rapat pada 27 Februari 2025 untuk membentuk panitia kerja (panja) yang beranggotakan 23 orang.
Setelah melalui serangkaian pembahasan dengan perwakilan pemerintah, koalisi masyarakat sipil, dan panja, Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengajukan dua pertanyaan kepada peserta sidang untuk memastikan persetujuan pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang. Tanpa adanya penolakan, Puan Maharani mengetuk palu, menandakan pengesahan RUU tersebut.