Akuratmedianews.com — Pasca kasus penahanan ijazah karyawa yang ramai di kota Surabaya dengan melibatkan pengusaha dan wakil walikota, kini muncul kasus serupa di Kabupaten Ponorogo. Bukan ijazah yang ditahan, tapi denda jutaan rupiah dikenakan kepada seorang karyawan Apotek yang memilih mengundurkan diri.
Inisial DAF, warga Desa Sambilawang, Kecamatan Bungkal, Ponorogo mengatakan bahwa kami bingung saat dipolisikan majikannya usai memutuskan berhenti bekerja di sebuah Apotek Sambit. Ia mengaku, keluar secara baik-baik karena sudah tidak nyaman bekerja. Namun, pemilik Apotek justru menuntutnya membayar denda Rp5 juta lantaran dinilai melanggar kontrak kerja.
“Waktu masuk kerja saya memang tanda tangan kontrak. Kalau keluar sebelum dua tahun, harus bayar denda,” ujar DAF melalui kuasa hukumnya, Surya Alam kepada awak media di Polsek Sambit pada Jumat, (18/4/2025).
DAF diketahui mulai bekerja sejak 1 Agustus 2024, dengan masa kontrak hingga 1 Agustus 2026 dan gaji hanya Rp800 ribu per bulan. Nilai itu jauh dari UMK Ponorogo yang lebih dari Rp2 juta.
Sementara, Kuasa Hukum DAF Surya Alam menilai bahwa perjanjian kerja tersebut tidak berkeadilan dan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Selain denda yang memberatkan, nilai upah yang diberikan pun di bawah standar, ditambah dengan THR yang hanya diberikan Rp500 ribu.
“Ini praktik ketenagakerjaan yang tidak manusiawi. Kontrak berat sebelah, tidak sesuai aturan, dan jelas merugikan pekerja. Bahkan THR pun ditentukan sepihak berdasarkan kemampuan Apotek,” tegas Surya.
Menurutnya, praktik seperti ini banyak terjadi di sektor informal, di mana pekerja tidak memiliki posisi tawar yang kuat.
“Kalau tak berani bicara, ya akan terus jadi korban,” tambahnya.
Berujung Mediasi, Seragam Dikembalikan
Pemilik Apotek Sehat Makmur, Ratna Damayanti, S.Farm, melaporkan kasus ini ke Polsek Sambit. Pihak kepolisian pun memanggil kedua belah pihak untuk mediasi.
Kanitreskrim Polsek Sambit, Ipda M. Khudori menyebutkan bahwa mediasi berjalan lancar dan kedua pihak sepakat damai.
“Alhamdulillah, sudah selesai. Tidak ada tindak lanjut hukum lagi. Permasalahan diselesaikan secara kekeluargaan,” katanya.
Ratna bersama suaminya hanya meminta agar DAF mengembalikan seragam kerja yang selama ini digunakan. “Seragam sudah dikembalikan. Kami anggap selesai,” ujar Ratna singkat.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa persoalan hubungan industrial dan perlindungan pekerja di level bawah masih jauh dari ideal. Tanpa pengawasan ketat dari pemerintah dan dinas tenaga kerja, perjanjian kerja yang merugikan karyawan bisa terus berlangsung.
“Kalau hari ini DAF bisa bicara, besok harusnya ada banyak DAF lain yang juga berani,” tutup Surya.