Akuratmedianews.com — Komisi D DPRD Kota Surabaya memperihatinkan atas ditemukannya produk es krim mengandung alkohol yang dijual bebas di sebuah gerai pusat perbelanjaan wilayah Surabaya Barat.
Dalam rapat koordinasi pada Rabu (23/4/2025), yang dipimpin oleh dr. Akmarawita Kadir dan dihadiri oleh sejumlah dinas terkait seperti Dinas Kesehatan, Satpol PP, BPOM, dan Dinas Perdagangan, diungkapkan bahwa produk tersebut memiliki kandungan etanol sebesar 3,5% dan belum mengantongi izin edar resmi.
Produk es krim ini diketahui memanfaatkan alkohol jenis bourbon dan mirip dengan minuman seperti wine dan Jack Daniel’s. Penjualannya bahkan telah menjangkau kota-kota lain di Indonesia, termasuk Yogyakarta dan Bali. Selain tidak memiliki label non-halal, proses produksinya juga dilakukan di lingkungan rumah tangga dengan peralatan yang belum sesuai standar.
Perwakilan dari BPOM menyampaikan bahwa belum ada regulasi spesifik terkait pangan olahan yang mengandung alkohol, meskipun pengawasan rutin dilakukan bersama instansi lain. Sementara itu, Dinas Kesehatan mengonfirmasi lokasi produksi berada di kawasan Merkoducu Indah dan telah melakukan penelusuran terhadap produsen.
Dinas Perdagangan menyebutkan bahwa secara hukum, es krim tersebut tidak diklasifikasikan sebagai minuman beralkohol berdasarkan ketentuan tahun 2003, namun tetap ditindak karena unsur promosi yang menampilkan minuman keras secara terbuka, melanggar Perda No. 1 Tahun 2023. Izin usaha dari pelaku usaha diperoleh melalui sistem OSS secara otomatis karena dianggap risiko rendah, yang menjadi sorotan tajam dari DPRD.
Anggota Komisi D, dr. Zuhrotul Mar’ah, menilai sanksi yang dijatuhkan sangat ringan. Ia pun menyatakan bahwa denda sebesar Rp300.000 tidak sebanding dengan potensi dampaknya terhadap kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda.
Ia juga mendorong adanya pemeriksaan rutin terhadap produk-produk UMKM, terutama yang berpotensi dikonsumsi oleh anak-anak.
Imam Syafii, anggota Komisi D lainnya, turut menuntut tanggung jawab dari pihak pengelola mall yang dinilai lalai dalam mengawasi produk tenant. “Perda seharusnya ditegakkan secara tegas dengan sanksi yang lebih berat, seperti denda hingga Rp50 juta atau kurungan,” imbuhnya.
Para peserta rapat sepakat untuk memperketat regulasi makanan mengandung alkohol, memperbaiki sistem pengawasan terhadap UMKM, dan mendorong pembentukan perda inisiatif yang lebih melindungi masyarakat dari potensi bahaya pangan tidak layak konsumsi.
Peristiwa ini menjadi sinyal penting bahwa regulasi dan pengawasan produk pangan, khususnya yang dijajakan oleh pelaku UMKM, masih menyisakan banyak celah. Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak untuk memastikan keamanan pangan serta memberikan edukasi luas kepada masyarakat guna mencegah risiko konsumsi produk berbahaya, terutama bagi anak-anak dan remaja.