Akuratmedianews.com – Direktur Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama Prof.Dr.Phil.Sahiron, M.A saat menghadiri halalbihalal dan Pembinaan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi keagamaan Islam yang digelar Institut Agama islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban, Jumat (18/4/2025).
Acara yang digelar di aula KH. Hasyim Asya’ari kampus IAINU Tuban itu di antaranya dihadiri
Ketua PCNU KH. M.Damanhuri, Ketua BPP IAINU KH.Miftaahul Asror, Wakil Ketua DPRD Tuban yang juga alumni IAINU HM.Miyadi, S.Ag, MM, Ketua PC Ma’arif Sofyan Yunus serta Kasi PAIS Kemenag Tuban Imam Syafii.
Selain itu, juga hadir para Kepala Sekolah dan Madrasah di lingkungan Bumi Pendidikan Manunggal, para alumni, perwakilan mahasiswa dan undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Prof.Dr.Phil.Sahiron, M.A mengatakan, Pemerintah melalui Kementerian Agama mengucapkan terimakasih kepada Nahdlatul Ulama (NU) yang melalui perguruan-perguruan tingginya ikut memantu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dijelaskan, Dirjen Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam mengelola lebih dari 800 perguruan tinggi. Namun, dari jumlah itu yang perguruan tinggi keagamaan islam negeri (PTKIN) hanya 58 lembaga, sedangkan sisanya 800 an lebih adalah perguruan tinggi keagamaan islam swasta (PTKIS).
‘’Mayoritas swasta dan ini membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu terimakasih pada NU, termasuk IAINU dalam mendidik anak bangsa pada perguruan tinggi. Atasnama pemerintah dan Kemenag saya ucapkan terimakasih atas sumbangsihnya,’’ ujar Prof.Sahiron.
Tanpa perguruan tinggi swasta, lanjut dia, sangat sulit untuk menangani pendidikan tinggi ini. Karena itu, pemerintah memberikan apresiasi pada para PTKIS itu sesuai kemampuan Kemenag. Apresiasi itu bisa dalam bentuk program maupun finansial. Dirjen Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam ini, salah satu programnya adalah penguatan perguruan tinggi swasta islam.
‘’Caranya salah satunya memberikan layanan pembukaan prodi, pengubahan status dan sebagainya yang semua dilayani semua. IAINU Tuban juga mengajukan prodi S2 PAI nanti akan kita cek. Kalau ada masalah diinfokan saja dan koordinasi dengan saya,’’ tambahnya.
Untuk civitas akademika IAINU Tuban, Prof.Sahiro mengingatkan agar semangat Ramadan dilaksanakan di hari-hari biasa. Di bidang akademik misalnya dengan meningkatkan SDM. Pria yang tinggal di Jogjakarta ini lalu menyitir Al-Quran surat Attaubah ayat 128 ; laqad jâ’akum min anfusikum ‘azîzun ‘alaihi mâ ‘anittum ḫarîshun ‘alaikum bil-mu’minîna ra’ûfur raḫîm.
(Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin).
Prof Sahiron berpesan pada para dosen untuk jangan berhenti membaca dan harus terus mengembangkan keilmuannya. Pimpinan harus menyediakan fasilitas dan memberikan semangat dan sejenisnya. Para dosen juga jangan hanya memikirkan diri sendiri tapi juga peduli orang lain.
‘’Misalnya ada teman yang malas ngurus kepangkatan harus didorong, disemangati, dan harus memperhatikan orang lain. Setidaknya pesan ayat di atas seperti itu,’’ katanya.
Sementara, Rektor IAINU Tuban Prof.Dr, M, Syamdul Huda, M.Fil.I mengucapkan alhamdulillah dan meminta pada bulan Syawal ini, semangat bulan Ramadan masih terbawa.
‘’Mungkin istiqamah kita, bisa juga kedisiplinan termasuk semangat kita, dan ghirah kita dalam menjalankan kehidupan. Saya berharap proses dan hasil Ramadan tidak berhenti di Syawal, tapi seterusnya. Terutama untuk civitas akademika bagaimana kerja secara ikhlas cerdas dan kolektif,’’ ujarnya.
Saat ini, lanjut Prof Syamsul, kita dihadapkan pada challenge atau tantangan. Dunia cenderung berubah, maka cara kita dan cara pandangan kita menghadapinya juga harus berubah.
Saat ini, cara pandang masyarakat pada pendidikan juga berkembang. Dulu, urai dia, menyekolahkan di sekolah agama sudak dianggap cukup, di sekolah umum juga sudah dianggap cukup. Tapi sekarang berubah, pesantren punya sekolah, pendidikan umum punya pesantren. Masyarakat menuntut ada ada ketersambungan ilmu hidup dan ilmu bimbingan hidup atau agama.
‘’Ini realitas yang harus kita pahami kalau sekolah menggunakan dua pendekatan ini sangat diminati. Itu sesuai doa kita fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah,’’ ungkapnya.
Selain itu, juga dihadapkan pada perubahan lembaga atau instituti, terutama perubahan status perguruan tinggi. Dulu hanya mengenal satker, kemudian berubah jadi badan layanan umum (BLU) dan sekarang menjadi perguruan tinggi negeri dengan badan hukum (PTNBH).
‘’ Konsekuensinya di dalam rumus penerimaam mahasiswa, dulu ada namanya kuota, rapor 40 persen, tes tulis 40 tulis, 20 persen mandiri. Itu nampaknya tidak berlaku di PTNBH yang mengikuti bebas kuota, maka masing-masing PTN ini mencari mahasiswa sebanyak-banyaknya, hingga masuk ke pedesaan dan pesantren-pesantren yang tidak kita temukan sebelumnya pada era 1990 an atau 2000 an,’’ terang pria yang tinggal di Sidoarjo ini.
Para PTN ini, kata Prof Syamsul, juga membuka prodi-prodi keagamaan termasuk hukum juga ada. Ditambah lagi dengan memanfaatkan cyber, kuliah tidak harus di kelas, tapi kelas jauh seperti yang dilakukan UT. UT misalnya juga buka kelas-kelas di pesantren.
‘’Lalu kita dapat apa? Jadi tidak sederhana mengelola PTS sekarang,’’ lanjutya.
Perguruan tinggi, lanjut guru besar di UINSA Surabaya ini , dituntut tidak hanya membuat alumni cerdas, tapi juga sejahtera. Maka setelah lulus dn terampil mau bekerja di sektor apa, harus sudah disiapkan. Karena itu, selain pembelajaran juga harus ada praktek. Maka harus ada laboratorium.
‘’Para dosen juga paradigmanya harus bergerak, kasihan itu anak-anak kita. Tuntutan pada perguruan tinggi tidak hanya bagaimana membikin produk kreatif dan inovatif, tapi bagaimana produknya itu employment, bisa digunakan dan bermanfaatkan untuk masyarakat.
‘’Selama ini kita anggap perguruan tinggi adalah menara gading, produknya buanyak tapi sama sekali tidak menyentuh pada kebutuan masyarakat. sehingga terjadi gap, apa yang diinginkan masyarakat dan apa yang harus dilakukan tidak sejalan,’’ bebernya.
Maka, lanjutnya, butuh ikhtiar, sehingga pengurus NU, mulai PC, MWC dan banom-banom serta lembara lembaga diharapkan untuk mendukung dan mempercayai IAINU.
‘’Karena alangkah naifnya, bagaimana kita berusaha kalau pemilik sendiri tidak percaya dengan yang mereka punyai,’’ katanya.
IAINU juga mulai membuka kemitraan dan membuka akses, membuka program secara internasional. Ke depan bagaimana ada dosen yang punya pengalaman di luar negeri. Untuk ini, memang harus ada yang dikorban.
‘’Msalnya ada budget-budget yang harus dialihkan untuk mengejar mimpi kita,’’ tandasnya.(*)