Akuratmedianews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan Imanuel Ebenezer memang berhasil mencuri perhatian publik.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh aktivis dan pengamat sosial politik Ashraf Logika saat dihubungi wartawan Akurat Media News melalui WhatsApp, Jumat (23/8/2025) malam.
“Jagat media sosial langsung riuh, headline berita berebut menampilkan wajah KPK seolah-olah masih tajam dan berani,” ujar Ashraf Logika.
Ashraf mengungkapkan bahwa di balik gegap gempita itu, ada ironi besar yang tidak bisa kita abaikan. Menurutnya, 21 tersangka kasus dana hibah Jawa Timur hingga kini belum ditahan, padahal status mereka sudah jelas sebagai tersangka.
“Kesan yang muncul sangat jelas. KPK sepeda lebih sibuk memburu sensasi dibanding konsistensi. OTT memang selalu trending, gampang memantik perhatian publik tetapi bagaimana dengan penanganan kasus besar yang melibatkan puluhan tersangka dan menyangkut uang rakyat dalam jumlah besar. Mengapa hukum teras berat ke bawah dan ringan ke atas,” ungkapnya.
Mantan Gubernur LIRA Jatim menuturkan bahwa KPK harusnya berdiri sebagai lembaga penegak hukum yang menjaga integritas, bulan sekadar manajer popularitas.
“OTT jangan hanya dijadikan panggung untuk mempertahankan citra, sementara kasus-kasus besar yang menyangkut kepentingan struktural justru jalan di tempat,” kata Ashraf.
Ashraf Logika menyoroti bahwa sering muncul pertama di benak masyarakat, apakah KPK sekarang lebih takut pada kekuatan politik dibanding dengan jeritan rakyat yang uangnya digerogoti.
“Kalau OTT bisa dilakukan dalam hitungan jam, mengapa 21 tersangka hibah Jatim yang sudah berbulan-bulan ditetapkan, malah dibiarkan melenggang bebas,” kata dia dengan nada mempertanyakan integritas KPK sendiri.
Ia pun menuturkan bahwa di sinilah wajah hukum kita diuji, KPK tidak boleh hanya menjadi lembaga yang pandai menahan momentum tetapi gagal menahan para tersangka.
“Kalau pola ini dibiarkan. Rakyat hanya akan melihat drama hukum sebagai tontonan, bukan keadilan sebagai kenyataan,” pungkasnya.










