banner 728x250

Membaca American First-nya Trump

  • Bagikan
drh. H. Hamy Wahjunianto, M.M. (Dok. Istimewa)
banner 780X90

Oleh drh. H. Hamy Wahjunianto, M.M *)

Dua pekan terakhir ini ekonomi dunia dibuat gaduh oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Mayoritas negara di dunia bergegas menyesuaikan diri dengan apa yang disebut dengan Tarif Trump tersebut. Tapi China dan Uni Eropa melawan kebijakan Trump yang dianggap hanya akan menguntungkan AS saja itu.

Respon Menkeu RI Sri Mulyani Indrawati terkait Kebijakan tarif impor AS

Tarif Trump ini sudah tidak lagi berlaku teori ekonomi, yang penting pokoknya tarif dulu karena tujuannya adalah untuk menutup defisit. Itu murni transaksional. Tidak ada landasan ekonominya.

Dengan US Dollar sebagai Global Reserve, AS sulit untuk bangkrut. Berapapun hutang yang dimiliki oleh AS, toh hutang tersebut ber-currency US Dollar yang bisa dicetak oleh AS secara arbitrary. US Dollar berbeda dengan currency yang lain. Dia bisa mengekspor inflasi ke selain AS jika terlalu berlimpah. Juga karena US Dollar menjadi Global Reserve, maka Global pun berkepentingan kepada nilai US Dollar, yakni tidak ingin sama-sama memiliki US Dollar yang menjadi tidak bernilai.

Namun keberlangsungan sebuah administrasi sebuah negara, tidak hanya berasal dari ketahanan curency-nya. AS sedang menghadapi problem lain yang harus dikelola dengan baik, yakni lapangan pekerjaan domestik yang menghasilkan kesenjangan dan ketimpangan ekonomi yang sangat serius. Secara keseluruhan, 61% orang AS mengatakan ada terlalu banyak kesenjangan dan ketimpangan ekonomi di negara adidaya itu saat ini.

Membagikan US Dollar yang dicetak dengan sesuka hati kepada warga AS, bukan sebuah solusi. Boleh jadi US Dollar yang dibagikan itu justru akan menjadikan kesenjangan dan ketimpangan semakin dalam. Warga AS yang miskin tersebut bisa jadi akan membelanjakan US Dollar tersebut untuk membeli mobil. Kepada siapa orang warga miskin tersebut akan membelanjakan uang jika ada bantuan langsung tunai dari pemerintah US? Pasti kepada orang kaya di AS, atau lebih parahnya malah ke orang kaya non AS, melalui pembelian barang dan jasa.

Trump harus mampu mengatasi kesenjangan ekonomi domestiknya. Bila dibiarkan berlarut, AS akan pecah dari dalam. Akan terjadi chaos sosial, pemberontakan, bahkan sampai disintegrasi.

Trump butuh warganya kembali bekerja, dapat menapaki tangga sosial ekonomi yang lebih tinggi sehingga dapat mengurangi kesenjangan dan ketimpangan Ekonomi AS. Sebab dibanding dengan G7 Countries koefisien gini AS sangat tinggi, yakni 0,434, jauh lebih tinggi dibanding Perancis yang hanya 0,326.

Para ekonom sebagian heran dengan policy Trump tersebut karena tidak ditemukan cantolan teori ekonominya. Namun jika para ekonom memandangnya dari filsafat ekonomi, maka kita bisa membaca bahwa policy Trump itu adalah aktivitas pertukaran antar manusia, jadi highlightnya pada manusia.

Hal ini akan dapat membantu memahami kenapa Trump memilih kebijakan itu dan bagaimana meresponsnya dengan tepat. Jadi menurut analisa jaringan sosial sebenarnya Trump bukan khawatir AS bangkrut, akan tetapi Trump sedang khawatir AS akan pecah, chaos, dan bubar.

*) drh. H. Hamy Wahjunianto, M.M, Penulis adalah Dosen STIE YAPAN Surabaya, Pengamat Politik & Ekonomi ARCI

banner 780X90
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *