banner 728x250

Pajak Daerah Tenaga Listrik Jombang Tahun 2024 Tembus Rp 207, 4 Miliar

  • Bagikan
Ilustrasi pajak daerah sektor tenaga listrik. (Dok. Dwi)
banner 780X90

Akuratmedianews.com – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jombang dari sektor pajak bidang tenaga listrik sepanjang tahun 2024 mencapai Rp 207,4 miliar. Artinya, pajak daerah tenaga listrik ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2023 yang hanya mencapai Rp 170 miliar dari 10 jenis pajak.

“Realiasi pajak daerah setelah P-APBD Rp 163 miliar di tahun 2023 hanya mencapai Rp 170 miliar. Sedangkan, tahun 2024 PAD dari pajak mencapai Rp 207,4 miliar. Jadi, PAD dari sektor pajak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,” ujar Kepala Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang Hartono pada Senin (14/4/2025).

Hartono mengatakan bahwa tiap tahun, pedapatan pajak daerah ditergetkan bisa naik. Menurutnya, pihaknya mencari potensi apa saja yang bisa menaikkan PAD dari pajak daerah.

”Jadi, kami sudah memetakan oleh Pemkab. Ada beberapa jenis pajak daerah yang memiliki  potensi meningkatkan pendapatan. Salah satunya, pajak barang/jasa tertentu (PBJT) makan dan minum,” kata Kepala Bapenda Jombang.

Menurut Hartono, pencapaian pajak pada 2024 mencapai Rp 207,4 miliar dari target setelah P-APBD 2024 sebesar Rp 194 miliar. “Pendapatan dihasilkan berasal dari 10 jenis pajak daerah,” imbuh dia.

“Secara rinci, PBJT atas perhotelan sebesar Rp 1,6 miliar dari target Rp 1,6 miliar, PBJT atas makan dan minuman atau dulunya merupakan pajak restoran sebesar Rp 13,1 miliar dari target 10 miliar. Kemudian, PBJT atas jasa kesenian dan hiburan Rp 312,6 juta dengan target setelah perubahan anggaran (P-APBD 2024) Rp 180 juta,” tambahnya.

Hartono menjelaskan bahwa pajak reklame ditargetkan Rp 2 miliar realisasinya sebesar Rp 2,2 miliar.

“PBJT atas tenaga listrik Rp 85,3 miliar dari target Rp 84 miliar. PBJT atas jasa parkir ditarget Rp 150 juta dengan realisasi Rp 204,5 juta. Pajak air tanah target setelah ada perubahan anggaran Rp 3 miliar, realisasinya Rp 3,8 miliar,” kata dia.

Hartono menuturkan bahwa pajak mineral bukan logam dan batuan tak bisa memenuhi target. “Yang semula pajak tersebut ditargetkan Rp 150 juta, ternyata realisasi hanya sebesar Rp 136 juta. Galian C ini sangat minim, karena yang bayar pajak ini hanya yang legal. Kalau yang illegal ini yang susah,” tutur Hartono.

Sementara PBB-P2 (pajak bumi bangunan-perdesaan dan perkotaan) realisasinya Rp 51,7 miliar atau melebihi target sebesar Rp 50 miliar. Sedangkan, BPHTB (Bea perolehan hak atas tanah) realisasi sebesar Rp 48,7 miliar dari target Rp 43 miliar.

“Ada tiga jenis pajak menjadi pendulang PAD paling tinggi. Masing-masing PBJT atas tenaga listrik, BPHTB, dan PBB-P2. Untuk lain-lain PAD yang sah dari denda pajak realisasi Rp 26,6 juta,” ucapnya.

Menurut Hartono, tahun ini yang bakal digenjot, selain PBB-P2.

“Karena sampai sekarang banyak yang belum terdata dan membayar. Inipun kami perlu menggandeng APH (aparat penegak hukum),” ungkap dia.

Menurut dia, kriteria wajib pajak dari sektor itu memiliki beberapa kriteria. Diantaranya adalah usahanya memiliki omzet Rp 4,5 juta setiap bulan.

”Ketika sudah begitu, mereka kena pajak 10 persen. Sebenarnya yang dikenakan ini pembeli, bukan pemiliknya. Ini yang harus ada penegasan bisa menggunakan peraturan daerah (perda),” tukas Hartono.

Lebih lanjut, Hartono menjelaskan bahwa pihaknya dalam mengenakan pajak sektor itu tetap selektif.

”Karena ketika tergolong sederhana itu tidak terlalu kita tekan. Karena, mereka juga tidak punya alat dan nota, kendala ini yang sebenarnya menjadi repot,” ungkapnya.

Menurut Hartono, pemetaan dilakukan setiap tahun. Sehingga, pihaknya harus mengetahui jenis pajak mana yang memiliki potensi menyumbang pendapatan.

“Karena setiap P-APBD ini dituntut targetnya naik. Kami harus benar-benar tahu, potensi apalagi,” pungkasnya.

banner 780X90
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *