Akuratmedianews.com – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo kembali memperpanjang masa penahanan terhadap SA, Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2019 hingga 2024. Dari hasil penghitungan sementara, nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp25 miliar.
SA sebelumnya ditahan sejak 28 April hingga 17 Mei 2025. Kini, masa penahanan diperpanjang selama 40 hari ke depan, terhitung sejak 18 Mei hingga 26 Juni 2025. Ia ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIB Ponorogo untuk kepentingan penyidikan lanjutan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo Agung Riyadi menyampaikan bahwa perpanjangan dilakukan karena masih ada sejumlah saksi yang harus diperiksa. Ia menyebut, proses pengumpulan bukti dan keterangan masih berjalan.
“Penahanan diperpanjang untuk keperluan penyidikan, karena pemeriksaan terhadap para saksi masih belum rampung,” ujar Agung kepada wartawan Akurat Media News, Senin (19/5/2025).
Menurut Agung, para saksi yang dipanggil ulang berasal dari lingkungan internal sekolah cabang Dinas Pendidikan Wilayah Ponorogo-Magetan, serta beberapa pihak lain yang dinilai mengetahui alur pengelolaan dana BOS di sekolah tersebut. Pemeriksaan ulang dilakukan guna menggali lebih jauh keterkaitan mereka dengan tersangka.
“Beberapa saksi dimintai keterangan tambahan, apakah mengenal tersangka secara pribadi, punya hubungan keluarga, atau ingin mengubah keterangannya sebelumnya,” jelasnya.
Setelah SA ditetapkan sebagai tersangka, penyidik telah memeriksa sekitar 10 saksi. Hingga kini, kejaksaan masih mendalami aliran dana BOS yang seharusnya diperuntukkan bagi kebutuhan operasional pendidikan, namun diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukan.
Agung mengungkapkan, apabila masa penahanan 40 hari ini belum cukup, kejaksaan masih dapat mengajukan perpanjangan lagi melalui pengadilan.
“Setelah 40 hari ini, kalau memang belum cukup, bisa kami ajukan perpanjangan lagi selama 40 hari melalui pengadilan. Tapi kami targetkan sebelum itu sudah selesai dan bisa dilimpahkan ke jaksa penuntut umum,” imbuhnya.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Ponorogo. Di tengah harapan peningkatan mutu pendidikan melalui program BOS, justru muncul praktik penyimpangan yang menggerus kepercayaan publik. Dana BOS yang seharusnya menjadi sarana pemerataan akses pendidikan, justru diduga dijadikan ladang bancakan.
“Publik menanti keseriusan kejaksaan menuntaskan perkara ini secara transparan. Bukan hanya untuk menegakkan hukum, tapi juga mengembalikan marwah pendidikan yang bersih dan berintegritas,” tukasnya.