Akuratmedianews.com — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama korps pergerakan mahasiswa islam Indonesia Putri (Kopri) di ruang rapat komisi D DPRD Surabaya pada rabu (7/5/2025).
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Sekretris Komisi D DPRD Surabaya Arjuna Rizki Dwi Krisnayana. Dan dihadiri dari perwakilan Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3A – PPKB) serta lembaga bantuan hukum (LBH) PC PMII.
Ketua KOPRI PMII Cabang Surabaya Nur Lailatul Fitria mengatakan bahwa sebagian besar korban berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah yang kerap kesulitan melapor ke lembaga formal akibat rasa takut atau kurangnya pemahaman prosedural. Menurtnya, KOPRI meluncurkan program KOPRI Set Line, layanan pengaduan berbasis hotline bagi perempuan dan anak yang menawarkan akses pelaporan lebih mudah dan informal.
“Ini bentuk kepedulian kami sebagai perempuan muda Surabaya. Kasus kekerasan terus bertambah setiap tahun. Kami ingin KOPRI menjadi penghubung antara masyarakat akar rumput dan lembaga perlindungan formal,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi D DPRD Surabaya Ajeng Wira Wati menekankan bahwa pentingnya kolaborasi antara pemerintah kota dan organisasi kepemudaan seperti KOPRI dan PMII. Ia pun mendorong pendekatan sosialisasi dilakukan lebih dekat dengan masyarakat melalui forum RW, Balai RW, dan Kampung Ramah Anak. Dan, juga menyoroti peran keluarga dan lingkungan sebagai lini pertama pencegahan kekerasan seksual.
“Kita butuh dukungan semua pihak agar pesan pencegahan kekerasan ini sampai dan dipahami masyarakat,” kata Ajeng.
Sementara itu, dr. Zuhrotul Mar’ah menggarisbawahi bahwa pentingnya pendidikan parenting sebagai langkah pencegahan sejak dini. Menurutnya, ketahanan keluarga menjadi kunci utama dalam membangun karakter anak yang kuat dan mampu melindungi diri dari kekerasan.
“Jika pola asuh di rumah baik, anak-anak kita bisa melindungi dirinya dari perundungan hingga pelecehan,” terang Zuhrotul.
Ia juga mendorong adanya program pendampingan bagi anak-anak yang orang tuanya bekerja, agar tetap mendapatkan perhatian dan pengawasan.
Sejalan, Anggota Komisi D lainnya, Imam Syafii mengungkapkan bahwa perlunya sinergi antara legislatif, eksekutif, dan masyarakat sipil dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan, yang merupakan revisi dari Perda tahun 2011.
Ia menegaskan bahwa regulasi tidak boleh hanya menjadi simbol, tetapi harus benar-benar diterapkan. “Kami tidak ingin regulasi hanya jadi formalitas. Harus ada aksi nyata, dan di sinilah peran penting organisasi masyarakat seperti KOPRI,” tegas Imam.
Imam juga mendorong KOPRI dan LBH PMII untuk memperkuat pemahaman tentang sistem peradilan pidana anak, sehingga pendampingan korban bisa dilakukan secara profesional dan sesuai prosedur hukum.
“Dalam rapat tersebut, para legislator menyampaikan apresiasi atas inisiatif KOPRI yang dinilai mampu menjadi mitra strategis dalam mengatasi kekerasan seksual di Surabaya. Mereka membuka peluang kerja sama lanjutan, termasuk sosialisasi ke sekolah dan pelibatan dalam forum-forum komunitas,” imbuhnya.
RDP ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam menangani kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Program KOPRI Set Line mendapat sambutan positif sebagai alternatif pelaporan yang lebih inklusif.
Ke depan, sinergi yang terjalin diharapkan mampu mendorong penerapan regulasi secara konkret serta memperkokoh ketahanan keluarga sebagai benteng utama perlindungan anak. Surabaya diharapkan tidak hanya menyandang predikat kota ramah anak secara simbolik, tetapi juga mewujudkannya lewat tindakan nyata di masyarakat.