banner 728x250

Pilpres 2024 Adem Asalkan Parpol Kompak Tak Usung Anies

  • Bagikan
banner 780X90
Haidar Alwi Direktur Eksekutif Haidar Alwi Institut HAI )

Akurat Media News Jakarta — Direktur Eksekutif Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi mengatakan bahwa salah satu cara paling sederhana namun efektif untuk mencegah polarisasi ekstrem pada Pilpres 2024 mendatang adalah dengan tidak mengusung Anies Baswedan dan figur lain yang sejenis.

Akan tetapi hal itu tidaklah mudah, karena popularitas dan elektabilitas Anies yang tinggi menjadi daya tarik yang sulit diabaikan oleh partai politik. Kecuali, parpol mampu menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan kelompoknya. Konon, PKS dan Partai Nasdem dikabarkan telah menunjukkan ketertarikannya untuk mengusung Anies sebagai Capres di 2024.

“Asalkan parpol kompak tidak mengusung Anies atau figur lain yang sejenis, maka polarisasi ekstrem seperti yang terjadi pada Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019 tidak akan terulang di 2024 nanti. Karena saat ini Anies merupakan satu-satunya bakal capres terkuat yang berpotensi besar ditunggangi kelompok ekstrem radikal yang mengatasnamakan agama. Mereka menilai Anies adalah sosok yang paling merepresentasikan kelompoknya. Jika Pak Prabowo saja yang nasionalismenya luar biasa bisa disusupi di 2019, apalagi Anies. Bisa-bisa polarisasi di 2024 nanti jauh lebih ekstrem dari sebelumnya,” ujar R Haidar Alwi, Selasa (22/6/2021).

Solusi ini dilontarkannya dalam rangka menanggapi ide Seknas Jokpro yang berniat menyandingkan Jokowi dengan Prabowo untuk mencegah polarisasi ekstrem pada Pilpres 2024. Terlepas dari apa motif sebenarnya dan siapa yang ada di belakangnya, keinginan mencalonkan kembali Jokowi sebagai Presiden di 2024 membutuhkan amandemen UUD 1945. Sebab, konstitusi yang berlaku saat ini membatasi jabatan presiden maksimal hanya dua periode. Selain itu, memperpanjang masa atau periodisasi jabatan presiden dikhawatirkan menyeret Indonesia ke masa lalu seperti pada zaman orde baru yang hanya menguntungkan lingkaran oligarki.

Meskipun peluang amandemen UUD 1945 terbuka lebar karena koalisi pemerintah sangat kuat, ide menyatukan Jokowi dan Prabowo tidak akan efektif untuk mencegah polarisasi ekstrem di Pilpres 2024. Sejak bergabungnya Prabowo ke dalam pemerintahan, ide tersebut sebenarnya sudah tidak relevan lagi. 

“Karena yang berbahaya itu sesungguhnya bukan pendukung murni Pak Prabowo, tapi kelompok radikal yang menungganginya. Jadi, memasangkan Pak Jokowi dan Pak Prabowo tidak akan efektif kalau kelompok tersebut memiliki alternatif lain seperti Anies atau figur lain sejenis yang dianggap merepresentasikan mereka,” tutur R Haidar Alwi.

Begitupula dengan ide memunculkan lebih dari dua pasangan calon (Paslon) yang memungkinkan Pilpres digelar dua putaran. Jika salah satu Paslon tidak mampu menang 50 persen dengan sedikitnya 20 persen suara setidaknya di separoh jumlah provinsi yang ada, ujung-ujungnya akan ada dua paslon teratas yang berlaga di putaran ke-dua.

“Pilpres dua putaran ini biayanya mahal, kestabilan politik dalam negeri juga menjadi terganggu. Jadi, ini juga bukan solusi efektif untuk mencegah polarisasi ekstrem di Pilpres berikutnya. Karena masalah utamanya bukan berapa jumlah pasangan calon tapi lebih kepada siapa calonnya. Kalau di antaranya ada figur yang merepresentasikan kelompok radikal, ya percuma aja ada tiga atau lima calon misalnya. Tetap aja bisa ditunggangi, apalagi kalau sampai jadi presiden. Bisa hancur bangsa kita ini. Mau seperti Timur Tengah? Naudzubillahi Minzalik,” pungkas ( B )

banner 780X90
banner 120x600
  • Bagikan

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *