Akurat Media News: Wacana RUU pemilu yang semakin tarik ulur menimbulkan pro dan kontra di masyarakat menurut pengamat Politik dari Accurate Research & Consulting Indonesia ( ARCI ) Baihaki Sirajt seharusnya pemerintah dan DPR bisa mengkaji terhadap pemilu 2019 kemarin dimana penggabungan pileq dan pilpres aja sudah banyak jatuh korban dari pihak penyelenggara apalagi mau di gabungkan antara pilkada , Pileq, dan pilpres .
Baihaki Sirajt pemilu serentak justru memperberat kerja KPU sebagai penyelenggara dan juga akan mempersulit pekerjaan MK untuk mengadili perselisihan sengketa pemilu lagi pula kalau pemilu di lakukan 5 tahun sekali artinya di serentakkan ya saya rasa gak perlu ada KPU pungkasnya.
Lagi pula kalau pilkada di serentakkan 2024 maka ada kepala daerah yang harus di PLT 272 kepala Daerah dengan rincian di 2022 ini ada 101 kepala daerah yang seharusnya melaksanaka pilkada kemudian 2023 ada 171 kepala Daerah ini bukan pekerjaan mudah bagi pemerintah dan juga harus di pikirkan dampaknya Masih menurut Direktur Eksekutif ARCI ini sebaiknya pemerintah dan DPR tidak memaksakan pemilu serentak di lakukan 2024 begitu di desak oleh awak media idealnya bagai mana menurut ARCI.
Menurut saya seharusnya ada pemisahan idealnya pilkada bisa di lakukan 2023 bagi yang kepala daerah yg melaksanakan 2022 dan 2023 bersamaan dengan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten Kota sedangkan untuk Pilpres , DPR RI DPD di lakukan di 2024 pangkasnya ( zuda)
1