Jakarta – Lima pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi korban penembakan oleh Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) di perairan Tanjung Rhu pada Jumat lalu. Satu PMI meninggal dunia, sementara empat lainnya mengalami luka-luka termasuk kondisi kritis.
Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi IX DPR, Surya Utama alias Uya Kuya di Jakarta, Rabu (29/1/2025).
Anggota DPR RI Fraksi PAN, Uya Kuya menyampaikan bahwa akses konsuler yang diberikan oleh Malaysia kepada perwakilan Indonesia untuk bertemu dengan para korban tersebut sangat lambat.
“Berdasarkan informasi yang saya terima, pihak konsuler masih belum diizinkan untuk bertemu dengan WNI yang terluka guna mendengar penjelasan mereka. Izin untuk bertemu baru diberikan pada hari Rabu. Hal ini sangat disayangkan, dan kami berharap tidak ada hal yang ditutup-tutupi,” ujarnya dikutip dari laman resmi dpr.go.id pada hari yang sama.
Legislator PAN mendesak otoritas Malaysia untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan objektif. Uya Kuya menegaskan bahwa hubungan baik Indonesia dan Malaysia selama ini menjadi dasar untuk penuntasan kasus ini, tanpa ada informasi ditutupi.
“Kami meminta Malaysia harus tuntaskan kasus ini secara menyeluruh dan fair serta obyektif. Dan, segera beri izin kepada PMI yang luka-luka bertemu dengan konsuler kita disana,” tegas Uya Kuya.
Uya Kuya menuturkan bahwa Malaysia memiliki hak untuk menegakkan hukum diwilayahnya, tetapi kami mengkritik penggunaan kekuatan berlebihan dalam penanganan insiden tersebut.
“Kami sangat memperihatinkan insiden ini. Meskipun, disatu sisi ini adalah hak dari pemerintah Malaysia untuk menegakkan hukum disana tetatpi kita juga menyesalkan kenapa sampai ada korban,” tutur Politisi Fraksi PAN.
Uya Kuya mendorong Pemerintah Indonesia terus meningkatkan pengawasan praktik ilegal pengiriman PMI yang dilakukan oleh calo dan Mafia. Ia pun mengungkapkan bahwa masih banyak PMI yang diberangkatkan secara ilegal melalui jalur alternatif seperti Kalimantan, meskipun pengawasan batam telah diperketat.
“Karena banyak orang berangkat tidak memiliki pengetahuan secara benar, tidak teredukasi baik tentang pekerja legal itu bagaimana. Sampai sana, mereka langsung dipekerjakan di ladang maupun tempat-tempat pabrik yang mana gaji nggak dikasih atau pulang pun tidak bisa,” pungkasnya.