Akuramedianews.com – Nama Dewi Astutik (42), mendadak viral di jagat maya. Bukan karena prestasi atau kiprah sosial, melainkan karena statusnya sebagai buronan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam kasus penyelundupan sabu seberat dua ton di perairan Kepulauan Riau, Senin (26/5/2025) kemarin. BNN bahkan menyebut Dewi Astutik sebagai otak di balik operasi jaringan narkoba internasional tersebut.
Namun ketika nama dan foto Dewi Astutik dikaitkan dengan alamat di Dusun Sumber Agung, Desa/Kecamatan Balong, Ponorogo, masyarakat setempat justru kebingungan. Tak ada yang mengenal nama itu.
“Saya tahunya itu PA, bukan Dewi Astutik. Dia nikah sama orang sini, tapi sudah lama nggak pulang sejak punya anak,” ujar Sri Wahyuni, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari rumah yang disebut sebagai alamat buronan BNN, Selasa (27/5/2025).
Sri mengenali wajah perempuan dalam foto yang beredar, tetapi membantah jika nama aslinya adalah Dewi Astutik. Menurutnya, PA sudah sejak sebelum menikah bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan hampir tidak pernah terlihat di kampung sejak belasan tahun terakhir.
Sementara, Kepala Dusun Sumber Agung Gunawan, pun dibuat bingung. Ia mengaku bahwa tidak pernah mendengar nama Dewi Astutik tercatat sebagai warga dusunnya.
“Di data dusun tidak ada nama itu. Orangnya juga saya tidak kenal. Polisi sempat datang ke sini tanya-tanya, ya saya jawab seperti itu,” katanya.
Gunawan menduga nama Dewi Astutik hanyalah identitas palsu yang digunakan untuk mengaburkan jejak. Apalagi jika melihat skala kasus yang membelitnya dua ton sabu bukan jumlah kecil, dan penanganannya telah melibatkan BNN serta sejumlah instansi lintas negara.
Warga Sumber Agung pun ikut kaget ketika mengetahui perempuan yang selama ini dikenal sebagai PA, yang dulu sesekali pulang kampung saat Lebaran, kini jadi sorotan nasional. Apalagi disebut-sebut sebagai ‘dalang’ dalam jaringan narkotika lintas negara.
“Orangnya dulu kalem, jarang bicara. Tapi ya lama nggak kelihatan. Kami benar-benar tidak menyangka,” kata warga lainnya yang enggan disebut namanya.
Kabar ini menjadi pengingat betapa peliknya persoalan identitas dalam praktik perantauan. Banyak pekerja migran yang selama ini hidup dalam bayang-bayang nama baru, lingkungan baru, dan kadang-kadang dalam kasus ekstrem seperti ini dunia baru yang penuh risiko dan jebakan hukum.
Meski demikian, peristiwa ini juga menyisakan pelajaran penting bagi desa-desa di Ponorogo, khususnya dalam hal pendataan warganya yang merantau, termasuk PMI. Pemerintah desa diharapkan bisa lebih proaktif dalam pembaruan data kependudukan, guna mencegah nama desa mereka dicatut dalam kasus kejahatan lintas negara.
Penyelidikan kasus Dewi Astutik masih terus bergulir. Sementara BNN terus memburu keberadaannya, masyarakat Balong memilih melanjutkan hidup seperti biasa dengan satu catatan, tidak semua nama yang viral itu benar-benar mereka kenal.