Akuratmedianews.com – Terdakwa kasus pencabulan Anas Ridlo, yang mencabuli murid mengajinya dituntut 9 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tuban. Tuntutan diberikan pada sidang 3 Juli 2025. Dalam proses persidangan yang sudah dilalui, terdakwa terbukti melakukan tindakan pencabulan tersebut.
Di awal penyidikan kasus, ini Anas Ridlo sempat membuat drama. Dia berpura-pura mengalami gangguan mental atau gila agar tidak dapat dihukum menurut KUHAP pasal 44. Namun, aksi itu diketahui penyidik Polres Tuban dan dibuktikan dengan hasil tes psikologi Anas yang ternyata baik-baik saja, hingga penyidikan bisa dilanjutkan.
Terdakwa yang warga Kecamatan Widang , Kabupaten Tuban itu itu dituntut 9 tahun oleh JPU Kejaksaan Negeri Tuban atas perkara yang melakukan tindak pidana ancaman kekerasan, memaksa, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan.
Sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 82 ayat (2) Jo Pasal 76 huruf (e) atau pasal 82 ayat (1) Jo.Pasal 76 huruf (e) UndangUndang Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UURI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
‘’Tuntutan dari JPU lebih ringan dibandingkan dari sanksi pidana menurut undang-undang,’’ ujar Suwarti, salah satu penasehat hukum dari LBH KP.Ronggolawe yang mendampingi korban dalam rilis resminya.
Menurut Undang-undang, lanjut Suwarti yang mendampingi korban dan keluarganya sejak awal, sanksi pidana untuk pelanggaran pasal di atas adalah paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara, serta denda paling banyak Rp5 miliar.
‘’Korban yang berstatus sebagai murid ngaji mendapatkan perlakuan yang melanggar Hak Asasi Manusia anak perempuan sebanyak 2 kali,’’ sebutnya.
Kejadian pertama terjadi bulan Juni 2024 di ruang tertup pukul 10.00 WIB dan kejadian kedua terjadi 28 Agustus 2024 pukul 24.00 WIB di tepi jalan. Dalam perjalanan proses litigasi keluarga mencoba berjuang sendiri melaporkan ke Polres Tuban pada Bulan Agustus 2024. Selama empat bulan, namun keluarga korban merasa belum ada perkembangan yang terbaik bagi korban justru mendapatkan kabar berita. Bahkan, kemnudian orang tua korban diberitahu bahwa ada pelampiran berkas pelaku yang kata keluarganya mengalami gengguan jiwa.
‘’Akhirnya keluarga korban mendatangi kantor kami LBH KP.Ronggolawe pada bulan Desember 2024,’’ ungkap Suwarti.
Melalui proses perjuangan tim LBH KP.Ronggolawe dan penuh dengan tantangan drama-drama dari tersangka, lanjut alumni Unang Tuban ini, akhirnya dari tahapan sidang pelaku di tuntut 9 tahun penjara.
‘’Tahapan ini menurut tim kami cukup mendapatkan hasil yang baik meskipun kami juga merasa agak lamban penanganannya karena tersangka di awal penyelidikan diisukan mengalami gangguan jiwa agar terbebas dari hukuman pidana,’’ beber Suwarti.
Meski keluarga korban menyambut lega atas tuntutan tersebut, namun masih menunggu keputusan dari Majlis Hakim Pengadilan Negeri Tuban.
‘’Kami semua sangat berharap memberikan putusan hukum yang adil bagi pelaku untuk membantu pemulihan dampak psikologis korban dan dampak-dampak kerusakan yang lainya,’’ katanya.
Putusan yang adil, memurut Suwart, dapat membantu korban dan keluarga korban merasa bahwa keadilan telah ditegakkan dan dapat memulihkan kepercayaan dari publik. Selain itu putusan yang adil juga dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah terjadinya keberulangan tindak kekerasan seksual lainya.(*)