TUBAN, Akuratmedianews.com – Temuan adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan program pemberian bantuan sosial (bansos) berupa pembagian beras untuk warga penerima manfaat menjadi perhatian publik. Bahkan, langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tuban yang telah menerbitkan register dugaan tindak pidana terkait penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai Daerah (BPNTD) tahap II tahun 2024 itu mendapat dukungan banyak pihak.
Salah satu dukungan untuk Bawaslu tersebut datang dari Baihaki Sirajt, Direktur Accurate Reserch and Consulting Indonsia (ARCI) salah satu pengamat politik asal Surabaya. Baihaki menyebut, pilkada di Kabupaten Tuban cukup menarik, karena yang bertarung adalah dua incumbent, yakni Aditya Halindra Faridzky (Lindra) dan Riyadi. Keduanya sebelumnya adalah bupati dan wakil bupati yang kemudian bersaing dalam pilkada 27 November mendatang.
‘’Karena keduanya adalah incumbent, jadi keberhasilan yang selama ini dicapai tidak bisa diklaim satu pihak saja,’’ ujar Baihaki.
Hanya, lanjut Baihaki, Lindra yang sebelumnya sebagai bupati banyak diuntungkan dengan adanya program-program yang masih dijalankan. Salah satunya adalah pembagian beras bansos itu. Ironisnya, kemasan dalam beras bansos itu masih mencantumkan tagline yang menjadi visi misi Lindra dalam pilkada saat ini.
‘’Nah ini yang harus diwaspadai. Saya secara pribadi mendukung langkah Bawaslu, dan memang seharusnya seperti itu. Segera saja persoalan itu diangkat di tingkat Gakkumdu,’’ tambahnya.
Dalam tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Baihaki menyebut bukan hanya ada Bawaslu, namun ada penegak hukum lain, yakni Kejaksaan dan Polisi. Sehingga, dalam pembahasan maupun gelar dugaan pelanggaran pilkada itu, bisa dilihat dari sisi yang lebih luas dan sudut pandang yang lebih tajam dari sisi penegakan hukum.
‘’Nanti dari Gakkumdu bakal keluar rekomendasi atas kasus itu, apakah memenuhi syarat dilanjut ke pidana pemilu atau tidak. Kita tunggu saja,’’ urainya.
Karena ada calon incumbent bupati, menurut Baihaki harus diwaspadai, netralitas aparatur sipil negara (ASN) harus benar-benar diawasi. Menurut Baihaki, pelanggaran yang mungkin dilakukan ASN bukan hanya melaksanakan kegiatan, namun ikut memviralkan, memasang status di media sosial dan sejenisnya sudah masuk pelanggaran.
‘’Termasuk mengupload foto, berita, video atau sejenisnya yang masih ada gambar atau video imcumbent meski itu adalah video atau foto lama. Hal itu harus diawasi, karena bisa jadi modus,’’ ingatnya.
Terkait pilkada, lanjut Baihaki, pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. Penerbitan SKB tersebut bertujuan untuk menjamin terjaganya netralitas ASN yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) saat Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
SKB tersebut ditandatangani oleh Abdullah Azwar Anas(Menteri PANRB, Tito Karnavian (Mendagri), Bima Haria Wibisana (Plt. KepalaBKN), Agus Pramusinto (Ketua KASN), serta Rahmat Bagja (Ketua Bawaslu).
Dibuatnya SKB netralitas juga akan memudahkan ASN dalam memahami hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan berpotensi melanggar kode etikmaupun disiplin pegawai. SKB diberlakukan bagi ASN di seluruh tingkataninstansi baik di pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten, kota, provinsi diseluruh Indonesia.
Ada bebera UU dan PP yang mengatur netralitas ASN beserta TNI/POLRI, di antaranya adalah : Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Selain itu, Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun2022 tentang Netralitas Pegawai Kementerian Keuangan, Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004Tentang Kedudukan dan Peran TNI dalam Lembaga Pemerintahan Negara dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
‘’Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan, bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain itu, ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun,’’ ungkapnya.
Masih kata Baihaki, Undang-undang tersebut mengatur setidaknya 16 hal larangan untuk para ASN dalam pilihan politiknya. Yakni kampanye melalui media sosial, menghadiri deklarasi calon, ikut sebagai panitia atau pelaksana kampanye, ikut kampanye dengan atribut PNS dan ikut kampanye dengan fasilitas negara.
Kemudian menghadiri acara partai politik, menghadiri penyerahan dukungan parpol ke pasangan calon, mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan, memberikan dukungan ke calon legislatif atau independen kepala daerah dengan memberikan KTP serta mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri sebagai ASN.
Selain itu, membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan paslon, menjadi anggota atau pengurus parpol, mengerahkan PNS ikut kampanye, pendekatan ke Parpol terkait pencalonan dirinya dan orang lain, enjadi pembicara dalam acara Parpol dan foto bersama paslon dengan simbol tangan atau gerakansebagai bentuk keberpihakan.
Jika ASN melanggar maka sanksi hukum sudah menanti. Sanksinya, kata Baihaki, dibagi menjadi dua tingkatan, yakni hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat.
Hukuman disiplin sedang di antaranya adalah penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Sedang hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan dan pemberhentian dengan hormat tidakatas permintaan sendiri sebagai PNS.
‘’Jadi ini harus benar-benar diperhatikan dan diawasi,’’ tandasnya.
Sekadar diketahui, berdasarkan nomor register 004/Reg/TM/PB/Kab/16.38/X/2024 Bawaslu menyebut ada dugaan pelanggaran dalam pembagian bansos beras di masa kampanye saat ini. Karena itu Bawaslu dan Gakkumdu akan segera melakukan klarifikasi lebih lanjut terhadap para pihak atas dugaan pelanggaran ini.
Sudarsono, anggota Bawaslu Tuban yang didampingi oleh Sutrisno Puji Utomo dan Nabrisi Rohid, menyatakan bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan Bawaslu setelah penelusuran terkait penyaluran bansos, ditemukan adanya dugaan pelanggaran pidana.
Dugaan ini terkait dengan pelanggaran pasal 71 Undang-Undang Pilkada, yang menyatakan bahwa pejabat ASN dilarang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Pada penyaluran beras tersebut terdapat bagian dari visi dan misi salah satu pasangan calon, yang bisa diinterpretasikan sebagai upaya menguntungkan pihak tertentu,” ujar M. Sudarsono.
Tahap selanjutnya adalah klarifikasi dengan pemanggilan pihak-pihak terkait, baik dari dinas maupun pengusaha beras,” tambahnya. Proses pengembangan kasus ini akan dilakukan dalam lima hari ke depan.
‘’Bawaslu Tuban menegaskan bahwa unsur formil dan materiil dari dugaan pelanggaran sudah terpenuhi,’’ tegas Nonok panggilan akrab Sudarsono.(rendra)