Akuratmedianews.com – Kasus dugaan penghinaan yang dilakukan Kepala Desa Temaji, Kecamatan Jenu, kabupaten Tuban, Jawa Timur, Suryanto kepada Miftakhul Mubarok Ketua Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dan Ketua Forum Masyarakat Kokoh (FMK) Desa Temaji sudah selesai penyidikan, dan Kades Temaji sudah ditetapkan sebagai tersangka. Miftakhul Mubarok kebetulan adalah mantan ativis PMII Tuban.
Namun, saat berkas tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan, berkas penyidikan tersebut dinyatakan P19 atau belum lengkap oleh Jaksa, sehingga berkas tersebut dikembalikan lagi ke penyidik. Karena itu, Ketua dan sejumlah pengurus Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Tuban audiensi ke Kejari.
Di antara para pengurus IKA PMII tersebut, juga terdapat tim Penasehat Hukum Miftakhul Mubarok yakni Direktut LBH KP.Ronggolawe Nunuk Fauziyah, Shofiyul Burhanudin dan Suwarti. Ketiganya juga merupakan alumni PMII.
‘’Ini bentuk dukungan alumni PMII kepada korban, yang kebetulan adalah mantan aktivis PMII,’’ ujar Khoirul Huda, Ketua IKA PMII, Kamis (26/6/2025).
Huda menambahkan, dari jajaran IKA PMII meminta agar perkara ini secepatnya untuk mendapatkan kepastian hukum. Dan jaksa harus obyektif dalam memberikan pertimbangan hukum, bukan tebang pilih tumpul ke atas tajam ke bawah.
‘’Sebagai masyarakat yang taat aturan kami mengormati proses hukum yang sedang berjalan.Kami akan melakukan dan memenuhi petunjuk dari kejaksaan,’’ katanya.
Sekadar diketahui, dugaan penghinaan itu dilakukan Kades Temaji dengan cara meludahi wajah Mitakhul Mubarok yang juga mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tuban. Saat kejadian sedang menjalankan tugas sebagai Ketua FMK, yakni menyalurkan bantuan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari PT Semen Indonesia di balai desa setempat.
Saat kejadian, Kepala Desa Temaji, tidak hanya meludahi dan memegang kerah baju Miftahul di hadapan banyak orang, tapi juga melakukan tuduhan atau fitnah yang tidak bisa dibuktikan, dengan maksud menyerang kehormatan atau nama baik Miftahul. Perbuatan tersebut dinilai melanggar ketentuan pasal 310 KUHP.
Karena dinilai berkas belum lengkap, Kejaksaaan Negeri Tuban mengembalikan berkas perkara kepada penyidik dengan diberikan batas waktu 14 hari untuk melengkapi atau petunjuk dari jaksa baik secara materiil maupun formil.
Petunjuk yang diberikan jaksa di antaranya penyidik diminta untuk melakukan pemeriksaan tambahan/ulang kepada saksi, korban, saksi ahli pidana dan terdakwa. Menambahi saksi-saksi ahli lainnya antar lain. Seperti saksi ahli bahasa, saksi ahli pemerintah dan tata negara, saksi ahli pejabat PT. Semen Indonesia dan lainnya, serta mendalami lagi unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 310 ayat (1) KUHP Jo pasal 315 KUHP Jo pasal 316 KUHP.
‘’Apabila penyidik tidak bisa melengkapi berkas perkara sesuai dengan petunjuk jaksa, maka perkara bisa dinyatakan diberhentikan atau SP3 dan dinyatakan tidak bisa dilanjutkan. Ini yang menjadi perhatian kami, sehingga ada audiensi ke Kejari,’’ terang Nunuk Fauziyah.
Dijelaskan Nunuk kasus tersebut berawal dari laporan ke Polsek Jenu pada tanggal 01 November 2024 dengan laporan pengaduan Masyarakat nomor LPM/21/XI/2024/SPKT/polsekjenu/POLRESTUBAN. Paska ke Polsek Jenu, Miftah mendatangi kantor LBH KP.Ronggolawe meminta bantuan hukum. Pada tanggal 04 November 2024 LBH KP.Ronggolawe mengajukan surat permohonan pelimpahan perkara ke Polres Tuban.
Nunuk mengungkapkan, dalam perkara ini, penyidik menghadirkan ahli hukum pidana untuk dimintai keterangan yang digunakan sebagai salah satu alat bukti yang sah untuk membuktikan unsur-unsur tindak pidana, kesalahan terdakwa atau hal lain yang relevan dalam perkara.
‘’Artinya unsur pidana dalam pasal 310, 315 dan 316 KHUP telah terpenuhi,’’ tambahnya.
Saat penyidik melakukan BAP kepada tersangka, lanjutnya, Kades Suryanto juga mengakui perbuatannya telah meludahi muka Miftakhul Mubarok yang saat itu menjalankan tugasnya sebagai Ketua Forum Masyarakat Kokoh (FMK) untuk menyalurkan bantuan tanggung jawab sosial Perusahaan (CSR) dari PT Semen Indonesia di balai desa setempat pada Jumat 1 November 2024 sekitar pukul 19.40 WIB.
Menurut perempuan asal Lamongan ini, pengakuan dari tersangka dan sudah selesainya penyidikan oleh penyidik Polres Tuban, sementara jaksa mengembalikan dan menyatakan P19 tentunya dapat menimbulkan kesan bahwa jaksa ada kecenderungan keperpihakan pada tersnagka dengan bukti memberikan petunjuknya kepada penyidik tanpa memberikan keterangan yang jelas dan objektif.
Unsur pasal 310 KUHP adalah barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan orang lain dengan tuduhan sesuatu hal, dengan maksud yang jelas untuk diketahui masyarakat umum.
‘’Fakta di lapangan, unsur itu kami anggap sudah terpenuhi sebab tuduhan itu sudah jelas di arahkan ke Miftah, dan diketahui oleh masyarakat yang saat itu berkumpul di balai desa untuk menerima bantuan CSR,’’ tambah Shofiyul Burhanudin.
Nunuk mengaku sangat memahami bahwa jaksa memiliki kewenangan untuk mengembalikan berkas jika dianggap belum memenuhi syarat untuk dinyatakan ke tahap penuntutan. Ini adalah bagian dari proses hukum yang normal.
‘’Alasan obyektif, seharusnya jaksa memiliki alasan yang jelas untuk mengembalikan berkas tersebut, seperti kurangnya bukti atau adanya kesalahan prosedur dalam proses penyidikan dan transparan memberikan penjelasan kepada semua pihak termasuk kuasa hukum korban bukannya menambahi poin-poin yang sangat tidak relevan,’’ urai Nunuk.
Jika jaksa dapat menunjukkan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada evaluasi yang profesional dan sesuai dengan hukum, lanjut Nunuk, maka kesan keberpihakan kepada pelaku dapat diminimalisir.
Namun jika keputusan tersebut dianggap tidak adil tanpa dasar yang kuat dan terkesan mengada-ada. Dan korban dipersulit untuk mencari keadilan dan kepastian hukum maka akan dapat menimbulkan perspektif dan kecurigaan publik. Aparat penegak hukum atau APH terkesaan tebang pilih.
‘’Padahal di alam semesta Negara Republik Indonesia ini, tidak akan ada pelaku yang kebal hukum. APH pasti bisa bekerja dengan hati yang bersih,’’ tandasnya.(*)