AKURATMEDIANEWS.COM – Koalisi Difabel Jawa Timur (Jatim) mengecam kritik keras terkait jalur afirmasi penyandang disabilitas sistem penerimaan murid baru (SPMB) 2025-2026 dinilai belum inklusif. Kritik keras ini sampaikan kepada Anggota Pokja 2 Bidang Pendidikan dan Kesejahteraan Koalisi Difabel Jatim Zainul Muttaqin, Selasa (15/7/2025) lalu.
Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) Jatim Zainul Muttaqin menyoroti sistem SPMB 2025-2026 ini dinilai kaku.
“Banyak siswa ditolak, karena dokumen asesmen tidak mencatumkan skor IQ. Padahal, kebutuhan khusus mereka sangat jelas,” ujarnya, dalam keterangan tertulis terima redaksi, kamis (17/7/2025).
Zainul menyampaikan bahwa ada empat isu utama mengenai laporan Komnas Disabilitas RI dan munculnya dokumen klarifikasi dari Dinas Pendidikan Jatim atas dugaan penolakan 26 siswa disabilitas pada SPMB 2025-2026 di Jatim.
“Pertama, Persyaratan Kaku: Dokumen asesmen yang dianggap tidak memenuhi standar menyebabkan terjadinya dugaan penolakan siswa disabilitas. Kedua, minimnya guru pendamping khusus (GPK). Banyak sekolah kekurangan GPK terlatih, sehingga menolak siswa tanpa solusi,” jelas Zainul.
“Ketiga. Asesmen Subjektif. Penilaian seperti sapaan “Hallo guys” dianggap tidak layak, menunjukkan kurangnya pendekatan inklusif. Dan, Keempat adalah kuota Terbatas. Jalur afirmasi menjadi kompetitif karena kuota kaku, tanpa alternatif bagi siswa yang ditolak,” tambahnya.
Lebih lanjut, Zainul mengungkapkan bahwa kami mengusulkan empat langkah perbaikan SPMB yang akan datang.
“Diantaranya adalah Fleksibilitas Administrasi. Keterangan sekolah atau observasi lapangan harus dihargai, tanpa wajibkan skor IQ khususnya bagi siswa disabilitas intelektual dan mental. Kedua, perkuat GPK. Pemerintah harus sediakan GPK terlatih di setiap sekolah inklusif,” ungkapnya.
“Ketiga, asesmen Holistik. Penilaian harus pertimbangkan potensi dan minat siswa, bukan hanya kognisi. Keempat, Program Transisi. Sekolah wajib miliki program adaptasi awal untuk siswa disabilitas. Afirmasi Keluarga Disabilitas,” tutur Ketua ITMI Jatim.
Zainul menegaskan bahwa perlunya afirmasi bagi anak dari keluarga penyandang disabilitas. “Mereka hadapi hambatan ganda dan sering jadi caregiver, mengganggu waktu belajar. UU No. 8 Tahun 2016 menjamin hak pendidikan mereka,” tegasnya.
Sementara, Koordinator Koalisi Difabel Jatim Abdul Majid, S.E menyatakan bahwa kritik dan saran ini telah disampaikan ke Dewan Pendidikan Jawa Timur untuk diteruskan ke Gubernur Jatim dan pemangku kepentingan terkait.
“Termasuk koalisi juga mengusulkan segera revisi perda disabilitas jatim yang sudah kadaluarsa, pembentukan SATGAS Pemantau SPMB jalur afirmasi disabilitas, pemberian fasilitas masa sanggah, dan perbaikan sarana prasarana aksesibel bagi siswa disabilitas di sekolah,” imbuh Majid.
“Kami dorong revisi Perda Disabilitas Jatim yang sudah kadaluarsa demi pendidikan inklusif,” tutupnya.










