banner 728x250

Tantangan dan Peluang Danantara

  • Bagikan
Hamy Wahjuniant, Penulis adalah seorang pengamat ekonomi dan Politik ARCI (Foto : Istimewa)
banner 780X90

Oleh Hamy Wahjunianto *)

Baru-baru ini publik dikejutkan oleh Kejaksaan Agung yang mengungkapkan ada kerugian keuangan negara sebesar Rp 193,7 triliun dalam kasus dugaan mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018-2023.

Kerugian bersumber dari berbagai komponen, seperti kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri serta impor minyak mentah melalui broker. Dalam pengadaan impor, diduga para tersangka melakukan pengadaan produk kilang dengan membeli RON 92 atau Pertamax. Padahal kenyataannya yang dibeli adalah RON 90 atau pertalite. Kemudian dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92.

Praktik mega korupsi di salah satu BUMN yang sangat di luar nalar itu hanya berselang sehari dengan peresmian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) oleh Presiden Prabowo. Melalui BPI Danantara, pemerintah akan menginvestasikan sumber daya alam serta aset-aset negara sehingga diharapkan badan ini dapat mendorong berbagai proyek yang memiliki dampak besar dan berkelanjutan bagi Indonesia.

Danantara akan mengkonsolidasikan Indonesia Investment Authority (INA) dan tujuh badan usaha milik negara (BUMN). Tujuh BUMN yang telah tergabung dalam Danantara sebagai tahap awal ialah Bank Mandiri, Bank BRI, PLN, Pertamina, BNI, Telkom Indonesia, dan MIND ID.

Pengungkapan praktik mega korupsi di Pertamina oleh Kejaksaan Agung yang terjadi hanya sehari setelah Presiden Prabowo meresmikan BPI Danantara, sontak membuat keraguan banyak pihak terhadap BPI Danantara makin besar. Apalagi peresmian BPI Danantara ini dilakukan di tengah-tengah keterbatasan fiskal dan stagnasi pertumbuhan ekonomi 5% yang dihadapi oleh pemerintah.

Utang jatuh tempo yang dibayar oleh pemerintah pada tahun ini lebih dari Rp. 1. 350 triliun. Dengan kewajiban itu pemerintahan Prabowo tidak bisa leluasa menjalankan program utamanya, yakni menyediakan Makanan Bergizi Gratis untuk para siswa di tiap jenjang. Apalagi ditambah dengan adanya program BPI Danantara dan program melanjutkan pembangunan IKN.

Karena itu peluncuran BPI Danantara ini dinilai kurang tepat waktunya. Sebab, kondisi Indonesia saat ini tengah mengalami defisit anggaran keuangan negara, keterbatasan fiskal, dan stagnasi pertumbuhan ekonomi 5%.

Kondisi perekonomian yang belum stabil ini membuat hampir 10 juta orang turun kelas dari menengah menuju kelas bawah. Kemiskinan struktural yang masih banyak akibat dari ketimpangan ekonomi dan praktik korupsi seperti yang terjadi di Pertamina membuat resiko dari BPI Danantara semakin tinggi.

Sejumlah resiko dari terbentuknya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tersebut harus diantisipasi pemerintah. Resiko tersebut diantaranya, pertama potensi hilangnya penerimaan negara dan dividen BUMN dalam jangka pendek, sehingga APBN bisa mengalami tekanan finansial.
Kedua, resiko utang dan gagal investasi, apabila terjadi salah dikelola dan korupsi sehingga bisa menjadi beban bagi APBN. Sebagaimana diketahui, pemerintah menyampaikan hasil efisiensi anggaran Rp 308 triliun atau setara US$ 20 miliar dalam bentuk tabungan negara, akan dialokasikan kepada Danantara untuk diinvestasikan dalam 20 proyek nasional atau lebih.

Agar BPI Danantara mendapatkan sentimen pasar yang positif, pemerintah sebaiknya menyiapkan beberapa hal untuk mengelola resiko dan tantangan yang diprediksi oleh para ekonom akan terjadi. Pertama, memilih para profesional yang berintegritas dan berkompetensi tinggi sebagai pengelola BPI Danantara. Kedua, memperkuat sistem pengawasan terhadap pelaksanaan program BPI Danantara sehingga mega korupsi seperti skandal BLBI tidak akan terjadi.

*) Hamy Wahjuniant, Penulis adalah seorang pengamat ekonomi dan Politik ARCI

banner 780X90
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *