Akuratmedianews.com – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mangkir dari pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dugaan kasus korupsi dana hibah Pokmas dari APBD Jatim tahun 2021-2022 pada hari Jumat (20/6/2025).
Alasan agenda lain, yang dikemukakan Gubernur Khofifah langsung memicu kecurigaan. LSM LIRA Jawa Timur menyuarakan adanya kejanggalan dibalik ketidakhadiran tersebut.
Gubernur LSM LIRA Jawa Timur Samsudin mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki cukup bukti dan alasan hukum untuk menetapkan Khofifah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
“Kami menilai sudah cukup bukti dan alasan hukum bagi KPK untuk menetapkan Khofifah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Ketidakhadirannya dalam panggilan resmi KPK mencerminkan dugaan kuat adanya sesuatu yang ditutupi,” ujar Samsudin saat dihubungi wartawan Akurat Media News melalui WhatsApp pada Jumat (20/6/2025) malam.
Samsudin mengungkapkan bahwa Khofifah diduga menyalahgunakan kewenangan dan juga melakukan perbuatan lawan hukum. Ia menyebutkan, salah satunya melanggar Permendagri nomor 77 tahun 2020, khusunya ketentuan bahwa penganggarwn dana hibah maksimal 10% dari total belanja APBD.
“Kenyataannya, persentase dana hibah yang dianggarkan jauh melampaui batas tersebut. Dengan dugaan kuat adanya persetujuan dari Gubernur tanpa dasar hukum yang sah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Gubernur LIRA Jatim menjelaskan bahwa menaikkan dengan SPJ fiktif menjadi LKPJ.
“Banyak dokumen yang pertanggungjawaban hibah yang tidak valid sebagai bagian dari laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur kepada DPRD dan negara,” kata Samsudin.
Menurut dia, ini merupakan bentuk serius dari rekayasa administratif, yang bisa masuk kategori pemalsuan dokumen.
“Dokumen rekayasa adminstrasi ini kena pasal 3 UU no. 31 tahun 1999 jo. UU no. 2 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi : penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara,” imbuhnya.
Selain itu, Samsudin mengungkapkan bahwa juga kena pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP tentang setiap orang yang turut serta dalam tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
“Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen yang berbunyi Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang… dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, dapat dipidana 6 tahun penjara,” tegasnya.
“Pasal 421 KUHP yang berbunyi penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat yang merugikan masyarakat. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi,” tambah Samsudin.
Samsudin menegaskan, tindakan pejabat publik wajib tunduk pada prinsip akuntabilitas, legalitas, dan kehati-hatian.
“Pelanggaran prinsip ini merupakan perbuat melawan hukum administrasi dan dapat berdampak pidana,” tutur Gubernur LIRA Jatim.
Gubernur Samsudin mendesak KPK untuk tidak lagi ragu untuk menetapkan pejabat tinggi daerah, apabila merekayasa dokumen dan menyalahgunakan kewenangannya.
“Kami mendesak KPK untuk tidak lagi ragu. Jika pejabat tinggi daerah ikut merekayasa dokumen dan menyalahgunakan kewenangan, maka ia harus diminta pertanggungjawaban hukum,” tukas Samsudin.
“Tidak cukup hanya pejabat teknis dijadikan kambing hitam. Kami ingin hukum ditegakkan ke atas, bukan hanya ke bawah,” pungkasnya.