Akuratmedianews.com – Pemerintah Indonesia mencabut moratorium pengirim pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi. Pencabutan tersebut ini dilakukan Indonesia ini, dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia dengan melalui penempatan tenaga kerja di luar negeri.
Hal tersebut mendapatkan sambutan baik dan dukungan dari Presiden Sahabat Migran Indonesia, yang juga merupakan Anggota DPRD Ponorogo, Ribut Riyanto, Selasa (18/3/2025).
“Saya tetap mendukung kebijakan pecabutan moratorium ini untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Tapi, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan pelatihan dalam mempersiapkan pekerja migran Indonesia yang akan bekerja ke Arab Saudi seperti pemahaman budaya, pendalaman bahasa dan persiapan keluargan pekerja migran yang di tinggal Indonesia,” ujarnya.
“Jangan terburu-buru mengirim tenaga kerja ke sana tanpa fondasi yang kuat. Kalo itu tetap tidak diterapkan, saya tidak sependapat, karena apa? Pasti mengalami kasus-kasus yang serupa seperti kasus-kasus yang dulu,” kata Ribut sapaan akrabnya.
Ribut mengatakan bahwa moratorium atau penangguhan pakerja migran indonesia ke Arab Saudi ini, telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia kurang lebih 10 tahun lamanya sejak tahun 2015. Menurutnya, hal ini dilakukan oleh pemerintah indonesia, sebab banyak kasus yang dialami oleh pekerja migran Indonesia yang ada di Arab Saudi dan dinilai tidak ada aturan yang bisa melindungi pekerja migran Indonesia saat bekerja disana.
“Akibat adanya moratorium, banyak pekerja migran Indonesia yang nekat untuk berangkat bekerja ke Arab Saudi secara illegal. Berdasarkan artikel yang diterbitkan oleh CNN Indonesia pada 15 Maret 2025 menyebutkan sebanyak 4,3 juta pekerja migran Indonesia Indonesia yang bekerja di Arab Saudi bekerja secara iegal,” jelas Ribut.
Ribut menyampaikan bahwa pencabutan moratorium ini diharapkan dapat mengurangi jumlah perja migran indonesia yang berangkat secara ilegal ke Arab Saudi dan meningkat perekomian masyarakat Indonesia.
“Perbedaan budaya dan adaptasi sosial adalah PMI sering menghadapi tantangan dalam menyesuaikan diri dengan budaya dan norma yang berbeda di negara penempatan, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka,” terangnya.
Lebih lanjut, kata Ribut, keterbatasan jaringan sosial ini jauh dari keluarga dan teman dapat menyebabkan rasa kesepian dan isolasi, meningkatkan risiko gangguan psikologis.
“Salah satunya adalah kesehatan mental anak. Kehilangan figur orang tua dapat berdampak negatif pada perkembangan emosional anak-anak yang ditinggalkan, meningkatkan risiko masalah perilaku dan emosional,” imbuh Presiden Sahabat Migran Indonesia.
“Stres dan beban banda pada basangan yang tertinggal. Pasangan yang ditinggalkan mungkin mengalami stres akibat beban tambahan dalam mengelola rumah tangga dan membesarkan anak tanpa dukungan pasangan,” tambahnya.
elatihan Keterampilan dan Pendidikan Pra-Pemberangkatan: Meningkatkan kompetensi bahasa, keterampilan teknis, dan pemahaman budaya negara penempatan dapat membantu PMI beradaptasi dengan lebih baik dan mengurangi risiko stres.
Menurut Ribut, perlu adanya program dukungan psikososial dengan cara menyediakan layanan konseling dan dukungan psikologis baik sebelum keberangkatan, selama masa kerja di luar negeri, maupun setelah kembali ke Indonesia untuk membantu PMI mengatasi stres dan trauma.
“Pemberdayaan keluarga di Indonesia ini memberikan edukasi dan pelatihan kepada keluarga PMI mengenai parenting, manajemen stres, dan akses ke layanan kesehatan untuk mendukung kesejahteraan mereka. Dan, adanya peningkatan jaringan komunikasi itu mendorong penggunaan teknologi untuk menjaga komunikasi rutin antara PMI dan keluarga, serta membentuk komunitas PMI di luar negeri untuk saling mendukung,” tukas Ribut.
“Advokasi dan perlindungan hukum ini harus memastikan adanya perjanjian bilateral yang melindungi hak-hak PMI dan menyediakan akses ke bantuan hukum jika diperlukan,” pungkasnya.