Akuratmedianews.com – Setelah sempat menjadi sorotan, Polres Tuban akhirnya menetapkan tersangka dalam kasus tersebut dan memastikan segera menangkap terduga pelaku pencabulan terhadap anak kandungnya di Parengan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim, terduga pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka.
‘’Sudah penetapan tersangka, segera kami tangkap pelakunya,’’ ujar Kanit PPA Satreskrim Polres Tuban Ipda Febri Bachtiar Irawan, saat dikonfirmasi, Kamis (24/4/2025) pagi.
Ipda Febri mengatakan, barangkali masyarakat menduga-menduga kenapa sampai saat ini terduga pelaku belum ditangkap, meski laporan polisi sudah dilakukan sekitar 2 minggu sebelumnya. Menurutnya, ada prosedur dan proses yang harus dilalui.
Dijelaskan, setelah menerima laporan polisi (LP) pihaknya melakukan penyelidikan, yang dimulai dari diterimanya laporan,kemudian menyiapkan administrasi untuk memulai penyelidikan. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan korban dan saksi-saksi juga meminta visum atas korban.
‘’Juga dilakukan pemeriksaan ahli psikologi, yang kemudian dilanjutkan gelarkan perkara untuk memastikan kasus layak atau memenuhi syarat atau tidak naik status ke penyidikan,’’ bebernya.
Semua proses tersebut membutuhkan waktu. Kemudian, jika dari gelar perkara tersebut menyatakan layak naik ke penyidikan, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang atas korban, saksi-saksi dan ahli dalam status penyidikan.
‘’Setelah itu baru bisa ditetapkan tersangka dan dilakukan penangkapan. Penetapan tersangka sudah dilakukan dan secepatnya pelakunya ditangkap,’’ katanya.
Terkait belum ditangkapnya pelaku ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) KP.Ronggolawe Tuban mendesak agar pelaku segera ditangkap. LBH KP.Ronggolawe juga sempat mengeluarkan rilis resmi yang disampaikan ke media. Dalam rilis tersebut, KP.Ronggolawe menyampaikan terjadi kasus kriminal inses (sedarah) yang menimpa anak usia 15 tahun di sebuah desa di Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban.
Pelakunya adalah ayah kandung korban. Kasus ini terungkap pada tanggal 2 Maret 2025. Pencabulan tersebut terjadi diduga sejak tahun 2024 hingga maret 2025 setelah korban menceritakan kerjadian kepada kakek dan nenek korban.
Ibu korban telah melaporkan kasus kekerasan seksual itu pada tanggal 06 Maret 2025 ke Unit PPA Polres Tuban. Berdasarkan surat tanda penerimaan laporan Nomor : STPL/37/III/RES.1.24/2025/SPKT/POLRES TUBAN/POLDA JATIM pada tanggal 06 Maret 2025.
Penyidik menetapkan pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Pasal 82 Jo, Pasal 76 (a).
Juga Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
‘’Jangan salahkan kami dan juga publik mempertanyakan keseriusan kinerja Polres Tuban dalam menangani, melindungi dan memberikan kepastian hukum bagi korban terutama korbannya adalah anak,’’ tulis Suwarti Ketua LBH KP. Ronggolawe dalam rilisnya.
KP.Ronggolawe mencatat, dari data yang mereka miliki, kasus bapak kandung melakukan pemerkosaan terhadap anak di Kabupaten Tuban bukanlah yang pertama. Pada tahun 2006 silam, pernah terjadi sampai korban hamil. Ketika kasusnya dilaporkan Polres langsung melakukan penangkapan pelaku dengan menggunakan dasar Undang-Undang Perlindungan Anak.
Menurut Suwarti, seharusnya fenomena seperti ini Polres Tuban bisa berbenah lebih baik lagi dalam memberikan layanan kepastian hukum kepada masyarakat. Di sisi lain, Suwarti juga sangat menyayangkan dasar hukum yang digunakan oleh Penyidik UPPA Polres Tuban tidak menyertakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Misalnya, pada Pasal 4 ayat (2) poin c “Pencabulan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak”. Pada pasal 25 berbunyi “Keterangan Saksi dan/atau Korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan 1 (satu) alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
‘’Seharusnya dengan adanya UU TPKS lebih memudahkan pihak kepolisian dalam menangani kasus kekerasan seksual,’’ tandasnya.(*)